Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa delapan saksi tidak hadir untuk diperiksa dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI AU 2016-2017.
Delapan saksi yang merupakan perwira menengah di TNI AU itu diagendakan diperiksa untuk tersangka Irfan Kurnia Saleh yang merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri.
"Hari ini, KPK mengagendakan pemeriksaan delapan orang saksi. Delapan orang saksi ini merupakan perwira menengah di Angkatan Udara. Jadi, diagendakan diperiksa di Mabes TNI di Cilangkap," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, KPK telah berkoordinasi dengan POM TNI dalam penanganan perkara tersebut.
Namun, kata Febri, delapan saksi tersebut tidak hadir dalam agenda pemeriksaan Selasa ini.
KPK maupun POM TNI belum mendapatkan informasi atau konfirmasi terkait alasan ketidakhadiran delapan saksi tersebut.
"Tadi saya koordinasi dengan penyidik memang proses penyidikan ini menjadi terhambat. Jadi, penyidikan kasus heli AW-101 terhambat karena ada sejumlah saksi yang belum bisa dilakukan proses pemeriksaan dan juga perhitungan kerugian keuangan negara final dari BPK yang belum selesai," tuturnya.
Ia menyatakan KPK tentu akan berkoordinasi lebih lanjut dengan POM TNI dan membicarakan bagaimana kelanjutan dari penanganan perkara tersebut.
"KPK pada prinsipnya tentu terus akan menangani perkara ini dan kami himbau juga pada para saksi yang diperiksa untuk datang. Di sisi lain, komitmen yang tegas dari Panglima TNI itu juga sangat dibutuhkan agar kerja sama antara POM TNI dan KPK dalam penanganan kasus ini ataupun kasus yang lain bisa berjalan dengan baik," ucap Febri.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan Irfan Kurnia Saleh yang merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sebagai tersangka dari unsur swasta.
Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.
Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, POM TNI sendiri telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017.
Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.
Baca juga: Menhan belum pasti setuju heli Augusta
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018