USD masih cenderung menguat dengan sentimen perang dagangnya."

Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, ditutup melemah senilai 60 poin menjadi Rp14.397 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.390 per dolar Amerika Serikat (AS).

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan depresiasi rupiah masih dominan dipengaruhi faktor eksternal, terutama potensi perang dagang AS dan Tiongkok.

"USD masih cenderung menguat dengan sentimen perang dagangnya," ujar Reza.

Pelaku pasar tampaknya masih terus mencermati perkembangan dari potensi terjadinya perang dagang antara AS dan Tiongkok tersebut sehingga permintaan akan mata uang yang menjadi aset aman (safe haven) masih lebih besar.

Selain itu,ia menilai, ada juga masalah internal Tiongkok karena ada kemungkinan gagal bayar obligasi korporasi yang masih bisa membesar lagi, mengingat ekonomi negeri itu tengah melambat.

Hal tersebut diduga imbas dari perang dagang, di mana kegiatan bisnis di kedua negara terganggu. Pebisnis Tiongkok menjadi terkendala mengirim barang ke AS begitupun sebaliknya.

Pada akhirnya, Reza mengemukakan, kondisi makro ekonomi keduanya juga akan terganggu, dan tentunya ini dapat berimbas pada mitra dagang mereka lainnya.

Selain itu, rupiah nilainya melemah terhadap dolar AS belum mampu terangkat oleh sentimen domestik, padahal akhir pekan lalu Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin.

Dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) sendiri pada Senin, tercatat nilai tukar Rupiah bergerak menguat ke posisi Rp14.418 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.331 per dolar AS.

Baca juga: Gubernur Bank Indonesia: Pasar tidak perlu panik
Baca juga: Dolar AS sedikit menguat atas mata uang dunia

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018