Jakarta (ANTARA News) - Situasi "panic selling" (penjualan besar-besaran karena panik) melanda Bursa Efek Jakarta (BEJ) setelah investor melihat data inflasi "year on year" di atas enam persen, sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) di awal perdagangan sesi sore anjlok di atas 100 poin. Pada pembukaan sesi kedua (13.30 WIB), IHSG terjun 105,573 poin atau 4,49 persen berada di posisi 2.243,100, sedangkan indeks LQ45 yang merupakan kumpulan 45 saham likuid terkoreksi 23,975 poin atau 4,91 persen di level 463,615. Pengamat pasar modal, Edwin Sinaga, kepada ANTARA di Jakarta, Rabu, mengatakan anjloknya indeks BEJ ini karena pelaku pasar mengalami "panic selling" setelah melihat data inflasi Juli yang di atas proyeksi tahun 2007. "Mereka panik melihat angka inflasi yang di atas `forecast`," kata Edwin. Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu, mengumumkan angka inflasi Juli sebesar 0,72 persen bulan ke bulan (MoM), sehingga inflasi tahun kalender (Januari-Juli 2007) tercatat 2,81 persen, dan inflasi "year on year" (Juli 2007 terhadap Juli 2006) tercatat 6,06 persen. Sementara itu pelaku pasar memproyeksikan data inflasi "year on year" seharusnya paling tinggi 6 persen. "Kondisi inilah yang membuat pelaku pasar melepas sahamnya, sehingga indeks BEJ mengalami tekanan," tambahnya. Selain itu, kata Edwin, bersamaan dengan anjloknya bursa AS di Wall Street semalam dan regional hari ini (Rabu) menjadi penyebab merosotnya IHSG sejak awal perdagangan. Bursa AS dengan indeks Dow Jones tadi malam ditutup anjlok 146,31 poin atau 1,1 persen menjadi 13.211,99 karena tertekan aksi jual saham unggulan karena data terbaru pasar perumahan AS. Kondisi ini telah diikuti oleh melemahnya bursa regional, terutama bursa Tokyo dengan indeks Nikkei 225 anjlok 377,91 poin menjadi 16.870,98, pertama kali dalam empat bulan terakhir dibawah level 17.000 dan Bursa Hongkong dengan Indeks Hang Seng pada sesi siang juga terkoreksi 711 poin menjadi 22.473,11. Penurunan indeks di pasar modal Jakarta dipimpin oleh saham-saham unggulan seperti saham Telkom (TLKM), Antam (ANTM), Tambang Timah (TINS) dan Bank Mandiri (BMRI). Hingga pukul 14.00 WIB saham TLKM melemah Rp450 menjadi Rp10.750, ANTM terkoreksi Rp75 ke posisi Rp2.625, TINS tertekan Rp650 ke level Rp13.450 dan BMRI turun Rp175 ke harga Rp3.350. Edwin mengatakan, kondisi "panic selling" ini hanya bersifat sementara dan pasar saham ada kemungkinan bakal menguat kembali.
Copyright © ANTARA 2007