Jakarta (ANTARA News) - Para mantan karyawan PT Dirgantara Indonesia (DI) menganggap manajemen perusahaan pembuat pesawat terbang itu tidak serius menghadapi gugatan pailit yang mereka ajukan.Ketidakseriusan PT DI dengan dalih belum menyiapkan jawaban gugatan, bahkan membuat sidang gugatan yang seyogyanya digelar di Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu, kini kembali ditunda. Pekan lalu, sidang juga ditunda karena PT DI belum menyiapkan jawaban atas gugatan pailit, anggaran dasar dan tumah tangga perusahaan, serta surat kuasa hukum. Kali ini, meski kuasa hukum PT DI, Puguh Wirawan, telah menyerahkan AD/ART perusahaan serta surat kuasa hukum, tetapi ia belum menyiapkan jawaban dengan alasan belum selesai mempelajari gugatan. Majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin terpaksa menunda sidang hingga Selasa, 7 Agustus 2007. Sekitar 100 mantan karyawan PT DI yang sengaja datang dari Bandung, Jawa Barat, untuk menghadiri sidang pun kembali kecewa. Wakil Ketua Forum Komunikasi Karyawan PT DI, Muhammad Ahsan, menilai ketidaksiapan PT DI itu sebagai cermin ketikdakseriusan mereka menghadapi gugatan mantan karyawan. "Ini membuktikan bahwa PT DI tidak serius meladeni gugatan kami. Mereka mengulur-ngulur terus," ujarnya. Sesuai hukum acara, sidang gugatan pailit harus diputus dalam waktu 60 hari sejak didaftarkan. Mantan karyawan PT DI mendaftarkan gugatan di PN Jakarta Pusat pada 9 Juli 2007, sehingga pada 9 September 2007, gugatan tersebut sudah harus diputus. Gugatan pailit diajukan oleh mantan karyawan PT DI karena BUMN ini telah berutang senilai Rp200 miliar kepada lebih dari 3.500 pihak, yaitu para mantan karyawan yang belum dibayarkan hak pensiun dan pesangonnya. Pasal 2 UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan mensyaratkan, untuk dapat dipailitkan, suatu debitor harus memiliki dua kreditor atau lebih. Selain karyawan PT DI, menurut kuasa hukum mantan karyawan, Ratna Wening, Bank Mandiri juga menjadi pihak yang menggugat PT DI karena utang yang belum terbayar sejak 2002. Mantan karyawan PT DI mengajukan gugatan pailit terhadap PT DI karena upaya mereka selama lima tahun untuk memperoleh hak pesangon masih menemui jalan buntu. Janji-janji pemerintah untuk memberikan hak pesangon kepada mantan karyawan PT DI, menurut mereka, sampai saat ini belum terbukti meskipun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan PP No 51 Tahun 2006 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam modal saham PT DI. Dengan adanya PP itu, maka pemerintah mentransfer uang Rp40 miliar atau 20 persen dari Rp200 miliar yang merupakan hak mantan karyawan PT DI. Akan tetapi, faktanya sampai hari ini uang tersebut masih mengendap di PT DI dengan berbagai alasan, sedangkan pemerintah melalui Meneg BUMN sudah berpuluh kali berjanji akan segera membayarkan kekurangan hak pensiun mantan karyawan. Seperti biasa, persidangan di PN Jakarta Pusat diwarnai oleh aksi unjuk rasa oleh seratus mantan karyawan PT DI. Mereka menggelar orasi dan menggelar spanduk bertuliskan "SBY ingkar janji, ingat pertemuan kami dengan Bapak di Cikeas".(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007