Jakarta (ANTARA News) - Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari keberatan disebut jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebagai orang yang suka foya-foya dan mendapat gratifikasi dari rekanan.
"Saya keberatan disebut JPU hidup foya-foya karena saya lebih banyak membantu rakyat. Saya percaya telah melakukan tugas dengan baik dan saya jgua tidak pernah memungut apapun dari rekanan, PNS, iuran kepala dinas, manipulasi SPPD karena saya hanya menerima sumbangan untuk partai melalui Junaidi karena saya juga sering menyumbang untuk DPD Golkar," kata Rita dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam perkara ini, Rita Widyasari dituntut hukuman 15 tahun penjara ditambah denda Rp740 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima gratifikasi Rp248,9 miliar dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek selama 2010-2017.
Sedangkan rekan Rita yaitu Khairudin selaku mantan anggota DPRD Kukar sekaligus salah satu anggota tim pemenangan Rita yang dikenal sebagai Tim 11 dituntut selama 13 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Tindakan Khairudin bukan perintah saya, dia lebih banyak punya `network` atas timnya, dan saya juga tidak menerima gratifikasi karena penerimaan itu adalah bagian share saham dari almarhum ayah saya Syaukani karena tidak mudah mendapatkan tambang, karena itu wajar mendapat `share` maupun penerimaan saya dari tambang Sinar Kemala milik saya," jelas Rita.
Dalam dakwaan pertama, Rita menerima uang seluruhnya Rp248,9 miliar dari Khairudin dan meminta agar Khairudin mengkondisikan penerimaan uang terkait perizinan dan proyek-proyek di lingkungan pemerintah kabupaten Kukar.
Khairudin lalu menyampaikan kepada para kepala dinas agar meminta uang kepada para pemohon perizinan dan para rekanan pelaksana proyek. Uang diambil oleh Andi Sabrin, Junaidi, Ibrahim dan Suroto; Andi Sabri dan Junaidi adalah anggota Tim 11.
"Uang perizinan lingkungan saya sama sekali tidak tahu ke mana dan sama sekali tidak tahu siapa yang memungut. Banyak tuduhan yang tidak saya terima, saya tidak pernah memerintahkan Khairudin memotong 6 persen, itu bukan ide saya mohon ditelusuri siapa yang memotong," ungkap Rita.
Rita mengaku bahwa ia memang punya punya ATM senilai Rp34 miliar.
"Saya memang punya penghasilan seperti LHKPN dan dalam tuntutan JPU ada yang tidak disebutkan yaitu penghasilan dari tambang Boswana sejak 2011 yaitu sebesar Rp252 miliar karena memang menggunakan nama ibu saya," jelas Rita.
Baca juga: Saksi ungkap bupati Kutai terima lebih Rp2 miliar
Ia pun mengaku bahwa sudah meningkatkan taraf hidup rakyat Kukar dan mengurangi kemiskinan serta membawa jajaran pemerintahan Kukar menjadi lebih akuntabel.
"Siapapun di dunia tidak mau masuk penjara terlebih dengan tuduhan yang tidak benar. Saat membaca tuntutan JPU saya sedih dan hampir pingsan, bagaimana menyebut saya menerima Rp200 miliar lebih? Saya ingat kembali dan itu sama sekali tidak benar, saya dekat dengan Khairudin, chat-chat percakpan saya tidak membuktikan saya menyuruh Khairudin meminta `fee` dan hanya menunjukkan kedekatan saya," tegas Rita sambil terisak.
Ia pun meminta majelis hakim membatalkan penyitaan mobil Land Cruiser dan Hummer miliknya yang menurut Rita dibeli jauh sebelum ia menjabat sebagai bupati Kukar.
Baca juga: Pengusaha sawit bantah suap Widyasari, Rp6 miliar pinjaman terkait pilkada
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018