Analis Pasar Uang Bank Mandiri, Rully Arya Wisnubroto di Jakarta, Senin, mengatakan, depresiasi rupiah masih dominan dipengaruhi faktor eksternal, terutama potensi perang dagang AS dan Tiongkok.
Selain itu, pelemahan rupiah terhadap dolar AS belum mampu terangkat oleh sentimen domestik.
"Memang lebih banyak sentimen global. Sentimen domestik pun kurang bagus," ujar Rully saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis inflasi Juni 2018 yang tercatat sebesar 0,59 persen. Dengan demikian, laju inflasi pada tahun kalender Januari-Juni 2018 tercatat sebesar 1,90 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) 3,12 persen.
"Inflasi lebih tinggi dari ekspektasi," kata Rully.
Dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) sendiri pada Senin, tercatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp14.331 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.404 per dolar AS.
Sebelumnya, pada akhir pekan lalu, meski laju suku bunga acuan telah dinaikkan sebesar 50 basis poin atau sesuai dengan keinginan pasar untuk meredam pelemahan rupiah lebih dalam, namun tidak banyak berimbas pada pergerakan rupiah yang hanya naik tipis.
Pelaku pasar masih mencermati perkembangan dari potensi terjadinya perang dagang antara AS dan Tiongkok sehingga permintaan akan mata uang "safe haven" masih lebih besar.
Baca juga: Rupiah senin pagi melemah menjadi Rp14.335
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018