Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Dr Ilham Oetama Marsis Sp.OG mengatakan setiap rumah sakit harus memberikan perlindungan hukum kepada dokter yang dipekerjakannya apabila terjerat kasus hukum.

"Dari Undang-Undang Rumah Sakit seharusnya kalau rumah sakit mempekerjakan seorang dokter, dia harus memberikan perlindungan hukum, tidak bisa lepas tangan," katanya di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan tiap rumah sakit harus bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit terkait.

Namun, dia menyayangkan hal tersebut belum dilakukan oleh semua rumah sakit di Indonesia.

"Tapi ini belum dilaksanakan semua rumah sakit. Banyak rumah sakit yang menyalahkan oknum dokternya," ujarnya.

Bahkan, dia menyinggung Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas juga tidak menyebutkan tentang perlindungan hukum bagi dokter atau bagi tenaga kesehatan lain yang bertugas di Puskesmas.

Sementara PB IDI berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, kata Marsis wajib melakukan pembelaan terhadap anggotanya baik dalam perkara pidana maupun perdata.

Ia menjelaskan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh profesi kedokteran menjadi tiga, yaitu pelanggaran disiplin, pelanggaran etik, dan pelanggaran hukum pidana atau perdata.

Seorang dokter dikatakan melakukan pelanggaran disiplin bila tindakan medis yang dilakukannya tidak sesuai dengan standar prosedur.

Sementara pelanggaran etik apabila seorang dokter melakukan pelanngaran terhadap 22 etika kedokteran.

Sedangkan pelanggaran hukum pidana atau perdata dikategorikan jika seorang dokter melakukan pelanggaran disiplin dan etik.

Baca juga: Dokter Bimanesh dituntut 6 tahun penjara

Baca juga: RS Ainun Habibie butuh 56 dokter spesialis

(A071/H014)

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018