Medan (ANTARA News) - Pemerintah perlu segera membenahi tata kelola pelabuhan di Danau Toba, Sumatera Utara, untuk meningkatkan unsur keselamatan dalam pelayaran.
Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar, di Medan, Kamis, mengatakan, mereka telah menggelar investigasi di Danau Toba setelah kapal KM Sinar Bangun tenggelam.
Dari penyelidikan itu, diketahui tata kelola pelabuhan di kawasan Danau Toba selama ini tidak sesuai ketentuan dan aturan, baik terkait pelayaran mau pun kepelabuhanan.
Fungsi pembinaan yang seharusnya dilakukan pemerintah, juga tidak berjalan sebagaimana diamanahkan peraturan perundang-undangan.
Kondisi itu yang diperkirakan memberi kontribusi besar terhadap berulangnya musibah kapal tenggelam di danau vulkanik terbesar dan terluas dunia itu sehingga menelan banyak korban jiwa.
Yang tidak kalah mendesak adalah sertifikasi dan uji kelayakan berkala terhadap kapal-kapal penyeberangan yang dibuat secara tradisional atau industri kecil, dan dioperasikan swasta nasional berskala usaha menengah-kecil.
Sebenarnya, kata Siregar, Indonesia memiliki banyak regulasi yang mengatur pengelolaan sistem pelayaran dan kepelabuhanan.
Ia mencontohkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58/2007 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau, UU Nomor 17/2008 tentang Pelayaran, PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34/2012 tentang Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabunan.
Dalam berbagai ketentuan dan peraturan tersebut, ditegaskan, kegiatan pemerintah di pelabuhan adalah untuk mengatur, membina, mengendalikan dan mengawasi kegiatan kepelabuhanan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.
Untuk tugas pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan adalah tanggung jawab pihak Otoritas Jasa Kepelabuhanan atau Unit Pelayanan Kepelabuhanan.
Sedangkan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran menjadi tanggung jawab Kesyahbandaran.
Namun berbagai tanggung jawab dan tata kelola itu belum terjadi di Danau Toba yang dikelilingi tujuh kabupaten itu.
"Lihatlah, misalnya soal kesyahbandaran yang sampai saat ini justru belum ada di kawasan Danau Toba. Padahal peran syahbandar begitu sangat penting dalam pengelolaan pelabuhan," katanya.
Sesuai isi UU Nomor 17/2008 dan PP Nomor 61/2009, syahbandar merupakan pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap pemenuhan ketentuan peraturan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.
Untuk melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan, syahbandar mempunyai tugas mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di pelabuhan.
Kemudian mengawasi tertib lalu lintas kapal, mengawasi kegiatan alih muat di perairan pelabuhan, pemeriksaan kapal, termasuk mengoordinasikan seluruh kegiatan pemerintah di pelabuhan, dan menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar.
Karena itu, ujar Abyadi, Ombudsman sangat mengharapkan pemerintah untuk membenahi tata kelola pelabuhan di Danau Toba, termasuk dalam menyiapkan syahbandar yang mengatur jasa pelayaran.
Sebelumnya, KM Sinar Bangun yang mengangkut seratusan penumpang dilaporkan tenggelam di perairan Danau Toba, antara Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir dengan Desa Tigaras, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin, sekitar pukul 17.30 WIB.
Dari proses yang dilakukan, diduga ada 188 penumpang KM Sinar Bangun. Sebanyak 21 orang berhasil diselamatkan, tiga tewas, dan 164 orang lagi diperkirakan hilang.
Pewarta: Irwan Arfa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018