Kupang (ANTARA News) - Terpilihnya Fernando "Lasama" de Araujo menjadi Ketua Parlemen Timor Leste, Senin (30/7), mencerminkan adanya pembaharuan politik di wilayah bekas koloni Portugis tersebut. "Ini merupakan kemenangan generasi muda yang setidaknya sebagai jalan tengah menuju pembaharuan politik di negara baru itu," kata pemerhati masalah Timor Leste, Florencio Mario Vieiram di Kupang, Selasa. Alumnus John Heinz III, School of Public Policy and Management, Carnegie Mellon University, AS, itu mengatakan pilihan yang dijatuhkan kepada Lasama merupakan jalan tengah yang sedapat mungkin diterima oleh generasi tua yang hobi bertikai. Generasi tua Timor Leste yang dinilai suka bertikai dalam politik di negara itu adalah Mario Veigas Carrascalao, Xavier do Amaral, Xanana Gusmau, Fransesco "Lu Olo" Guterres dan Mari Alkatiri. Mario sempat menyatakan kecemasannya jika Aniceto Guterres Lopes (Pendiri Yayasan HAK) terpilih menjadi Ketua Parlemen Timor Leste yang didukung oleh mayoritas suara dari Fretilin (Frente Revolucionario Timor Leste Independente). "Situasi politik di Timor Leste akan bertambah tidak menentu jika Aniceto yang terpilih menjadi Ketua Parlemen. Namun, kecemasan segera berakhir ketika parlemen menjatuhkan pilihan kepada Fernando Lasama de Araujo," ujarnya. Terpilihnya Lasama, kata dia, merupakan kemenangan generasi muda yang bisa diterima oleh generasi tua di negara itu seperti Carrascalao, Amaral, Xanana, Lu Olo dan Alkatiri yang hobinya suka bertikai. Parlemen baru Timor Leste, Senin, telah diambil sumpahnya sesudah pemilihan umum bulan lalu, namun partai politik gagal mengakhiri kebuntuan atas pembentukan pemerintah dan penunjukan perdana menteri. Pada sidang pertamanya, dewan 65 anggota itu memilih Fernando Lasama de Araujo dari Partai Demokratik, kelompok kecil, sebagai ketua parlemen. Dengan tak ada partai politik yang mendapatkan lebih dari setengah jumlah suara, kelompok bersaing gagal mencapai kesepakatan atas pembentukan pemerintah baru di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Presiden Timor Leste, Jose Ramos-Horta menyatakan akan menggunakan hak konstitusionalnya untuk memutuskan susunan pemerintah baru jika partai lalai melakukannya. "Masalahnya ialah siapa akan menjadi perdana menteri, apakah dari Fretilin atau persekutuan (CNRT)," kata Horta yang juga mantan Menlu dan PM Timor Leste itu. Partai berkuasa Fretilin mendapatkan 21 kursi dalam pemilihan umum pada 30 Juni lalu, sementara CNRT, partai yang didirikan mantan presiden dan pahlawan kemerdekaan Timor Leste, Xanana Gusmao, meraih 18 kursi. Partai Persatuan Demokatik Sosial-Demokrat Timor (ASDT-PSD) mendapatkan 11 kursi dan parti Demokratik merebut delapan kursi. CNRT, yang didirikan Gusmao tahun ini sebagai kendaraan untuk menjadi perdana menteri, ASDT-PSD dan partai Demokratik sudah menyatakan bergabung dalam upaya membentuk pemerintah. Tetapi, Fretilin menyatakan mempunyai hak memerintah di bawah undang-undang dasar (UUD), karena meraih suara terbanyak dalam pemilihan umum tersebut. De Araujo mengalahkan calon Fretilin, Aniceto Guterres, dalam pemungutan suara hari Senin untuk memilih ketua parlemen. "Saya akan berusaha menjamin parlemen berjalan," kata De Araujo dalam pidato sesudah pemilihannya. Gusmao, yang mengahiri masa jabatannya sebagai presiden pada Mei lalu, tampak menjadi semakin tak puas pada laju kemajuan di bawah kekuasaan Fretilin dan oleh perseteruan unsur dalam, yang pecah di Timor Leste tahun lalu, sehingga mengakibatkan tewasnya 37 orang tewas dan mengungsinya 150.000 penduduk yang dipicu oleh keputusan pemerintah memecat 600 tentara. (*)

Copyright © ANTARA 2007