Hasil rapat itu telah disekapati dan ditandatangani peserta rapat"
Simalungun (ANTARA News) - Musibah tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Provinsi Sumatera Utara telah berlangsung sejak 24 Juni 2018 atau hari keempat Idul Fitri 1439 Hijriah.
Namun hingga sepekan musibah itu berlangsung, belum ada kepastian mengenai jumlah penumpang kapal yang berlayar dari Pelabuhan Simanindo di Kabupaten Samosir menuju Pelabuhan Tigaras di Kabupaten Simalungun tersebut.
Pada 21 Juni atau hari keempat tenggelamnya kapal tersebut, sempat muncul perkiraan penumpang KM Sinar Bangun sebanyak 206 orang yang terdiri dari 19 orang selamat, tiga orang tewas, dan 184 orang hilang.
Instansi yang menjadi pemangku kepentingan di bidang transportasi juga tidak dapat menentukan jumlah penumpang, terutama dengan tidak adanya manifest pelayaran yang dimiliki manajemen KM Sinar Bangun.
Ketika meninjau penanganan yang dilakukan tim gabungan di Pelabuhan Tigaras pada 21 Juni, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan dari diskusi yang dilakukan dengan berbagai instansi, ada sejumlah langkah yang akan ditempuh untuk mengetahui jumlah penumpang kapal tersebut.
Dari pihak kepolisian, akan ditelusuri jumlah orang hilang berdasarkan data-data, laporan, dan perkiraan penumpang yang masuk Pelabuhan Tigaras.
Demikian juga dengan pembiayaan yang dikeluarkan penumpang karena adanya informasi mengenai kutipan terhadap setiap penumpang yang akan naik, pemeriksaan terhadap nahkoda tentang uang yang didapatkan di kapal, termasuk laporan dari korban yang selamat.
Selama ini, jumlah penumpang KM Sinar Bangun yang menjadi korban masih simpang siur karena kapal itu tidak dilengkap dengan manifest.
Selain pemeriksaan dari pihak kepolisian, Basarnas juga akan melakukan pencarian sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang disesuaikan dengan data jumlah orang yang hilang.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian akan mendukung penuh upaya untuk mendapatkan data penumpang tersebut.
Untuk itu, Polri akan memintai keterangan sejumlah pihak, seperti nahkoda mengenai kutipan uang masuk, kutipan uang di kapal, dan proses pemberangkatan sehingga bisa memastikan jumlah penumpang.
Laporan yang menyebutkan masih adanya 184 penumpang yang hilang dinilai tidak kuat karena hanya didasarkan pada pengaduan keluarga.
"Bisa saja anggota keluarganya masih jalan-jalan dan belum pulang," ujar Kapolri.
Jumlah penumpang KM Sinar Sinabung baru dapat diperkirakan pada Senin (25/6) yang merupakan hari kedelapan. Berdasarkan rapat koordinasi yang digelar Senin sore, tim gabungan mengumumkan perkiraan penumpang KM Sinar Bangun sebanyak 188 orang.
Usai rapat koordinasi di Pelabuhan Tigas, Kepala Kantor SAR Medan Budiawan mengatakan, jumlah itu terdiri dari 21 penumpang yang selamat, termasuk tiga ABK KM Sinar Bangun.
Kemudian, tiga korban yang meninggal, sedangkan penumpang KM Sinar Bangun yang belum ditemukan sebanyak 164 orang.
Jumlah tersebut didapatkan berdasarkan penelitian dan pencocokan yang melibatkan seluruh instansi yang terlibat dalam proses pencarian.
Instansi-instansi itu adalah SAR Kota Medan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara, BPBD Kabupaten Samosir, Jasa Raharja, Kementerian Perhubungan, Polres Samosir, Polres Simalungun, Pemkab Simalungun, Dinas Perhubungan Simalungun, dan Dinas Sosial Simalungun.
"Hasil rapat itu telah disekapati dan ditandatangani peserta rapat," katanya.
Kepala Divisi Jasa Raharja Sumatera Utara M Evert Yulianto mengatakan, untuk korban yang meninggal dunia, pihaknya telah memberikan santuan masing-masing sebesar Rp50 juta.
Sedangkan biaya perawatan untuk penumpang yang selamat maksimsal Rp20 juta. "Pembayaran diberikan dengan transfer ke rekening ahli waris," katanya.
Jasa Raharja enggan menanggapi masalah manifest penumpang, tapi konsentrasi pada orang-orang yang berada di kapal yang tenggelam tersebut.
Perjelas kewenangan
Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih menilai perlunya ada upaya untuk memperjelas dan mempertegas kewenangan dari Pemprov Sumatera Utara dalam pengawasan operasional kapal di perairan Danau Toba.
Menurut dia, dengan tonase di atas 5 grosstone (GT), izin operasional kapal di Danau Toba umumnya kewenangan Dinas Perhubungan Pemprov Sumatera Utara.
Jika sudah mengeluarkan izinnya, seharusnya Dinas Perhubungan Sumatera Utara memberikan tembusan tentang izin kapal tersebut ke pemerintah kabupaten.
Tembusan tersebut perlu berisi keterangan mengenai nama kapal, tonase, pemilik, dan rute yang diizinkan sehingga pemerintah kabupaten dapat mengetahuinya.
Setelah itu, perlu dijelaskan tanggung jawab pemerintah kabupaten dalam pengawasan operasional yang dikeluarkan pihak provinsi.
Selama ini, pemerintah kabupaten sering mengalami kesulitan dalam pengawasan operasional kapal karena tidak mendapatkan informasi yang jelas.
Jika sudah ada kejelasan mengenai kewenangan tersebut, pemerintah kabupaten dapat mengambil kebijakan pengawasan mengenai operasional kapal, termasuk mewajibkan adanya manifest pemberangkatan sehingga jumlah penumpang bisa diketahui.
Selain itu, pihaknya menilai ada indikasi tumpang tindih dalam kewenangan selama ini sehingga tidak memaksimalkan tugas pengawasan yang dibutuhkan.
Ia mencontohkan operasional pelayaran di Pelabuhan Tigaras. "Disini juga ada petugas dari Dinas Perhubungan dari provinsi," kata mantan Ketua Partai Demokrat Sumatera Utara tersebut.
(T.I023//S027)
Pewarta: Irwan Arfa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018