Banjarmasin (ANTARA News) - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Prof. Dr, Muladi SH menyatakan bahwa undang-undang syariah Islam secara teoritis tidak dibenarkan ada di negara Indonesia. Karena berdasarkan sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam Pancasila, negara Indonesia dibangun tidak menjadikannya sebagai negara agama, tetapi hanya sebagai negara yang beragama, kata Muladi. di Banjarmasin, Senin. Muladi mengemukakan hal itu saat menjadi pembicara dalam acara dengar pendapat dengan Lemhanas di Aula Grada Abdi Persada, Kantor Gubernur Kalimantan Selatan, yang dihadiri Gubernur Kalsel, Drs.Rudy Ariffin, serta ratusan peserta lainnya, termasuk unsur muspida, pejabat, tokoh akademisi, dan tokoh masyarakat lainnya. Dalam acara dengar pendapat dengan topik Kajian "Eksestensi Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa di tengah pergeseran peradaban dunia" yang memperoleh sambutan hangat hadirin tersebut, Muladi mengatakan karena Indonesia bukan negara agama hanya negara beragama, maka Indonesia tidak boleh dimonopoli hanya satu agama saja. Oleh karena itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak boleh mencampur adukkan antara kepentingan politik dengan kepentingan agama. Sebab fungsi agama seharusnya menjaga tata tertib kehidupan beragama dan menjaga agama sebagai kepentingan yang lebih besar terhadap republik ini, sehingga penganut satu agama harus memberikan toleransi terhadap penganut agama yang lain dalam menjalankan agamanya. Untuk menjadikan agama sebagai sarana lebih besar bagi kepentingan bangsa ini merupakan tugas para ulama, tokoh agama, serta tugas pemerintah itu sendiri. Hanya saja, tambah mantan Menteri Kehakiman ini, sering terdengar gurauan di masyarakat yang menyatakan kenapa kian banyak orang yang naik haji, kian banyak gereja dan pura yang megah, tetapi kian banyak pula korupsi di negeri ini. Persoalan demikian dinilai kian unik saja dalam kehidupan di Indonesia, sehingga ada kesan di tangan kanan memegang kitab suci dan di tangan kiri justru melakukan korupsi. Hal-hal demikian menjadi tanggungjawab semua pihak, terutama kalangan ulama dan tokoh agama, dan tokoh-tokoh lainnya agar tidak hanya pandai mempolitisasi agama, tetapi bagaimana menjadikan agama sebagai pedoman hidup bangsa ini dalam menjaga perbaikan dan kebenaran. Apalagi jangan sampai ada kegiatan yang tercela dan manipulasi dengan mengatasnamakan kepentingan agama, kalau itu sampai terjadi lebih celaka lagi, katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007