Iman seseorang Muslim tidak lengkap jika dia tidak mencintai tanah airnya."

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa secara khusus, prinsip Islam memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan semangat kebangsaan di Indonesia.

Wapres M Jusuf Kalla dianugerahi Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dari Universitas Muslim Indonesia bidang pemikiran politik Islam di Makassar, Sabtu. (Tim Media Wapres)
"Berkat Islam, orang-orang dari suku Aceh misalnya merasa dekat dan bersahabat dengan orang-orang dari suku Bugis atau Makassar, dan seterusnya antar suku-suku lain di Nusantara,” kata Wapres dalam orasi ilmiah yang berjudul ‘Aktualisasi Prinsip Islam Dalam Penguatan Semangat Kebangsaan’, pada pengukuhan Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dari Universitas Muslim Indonesia (UMI), Sabtu, demikian keterangan pers yang diterima Antara.

Wapres dalam kesempatan tersebut, dianugerahi Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dari UMI dalam bidang pemikiran politik Islam.

Wapres menambahkan bahwa sebagai faktor pemersatu, Islam mendorong tumbuh dan menguatnya ukhuwah Islamiyah (persaudaraan/solidaritas sesama Muslim) di antara berbagai suku dan etnis yang berbeda.

Dalam perkembangan selanjutnya, imbuh Wapres, ukhuwah Islamiyah mendorong tumbuhnya ukhuwah wathaniyah (persaudaraan/ solidaritas sesama warga tanah air) ketika kolonialisme Belanda datang menjajah Kepulauan Nusantara.

"Kita dapat melihat pertumbuhan ukhuwah wathaniyah yang menjadi dasar semangat kebangsaan tumbuh, berkembang dan menguat dari ukhuwah Islamiyah," terangnya.

Jangan pertentangkan antara keislaman dengan semangat kebangsaan, atau keindonesiaan.

Lebih lanjut Wapres memaparkan, bahwa Islam adalah ajaran dari Allah SWT yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW, yang menduduki tempat tertinggi dan termulia dalam kehidupan setiap dan seluruh Muslim.

"Kita harus tetap menempatkan Islam dalam ketinggian dan kemuliaannya itu, dan tidak mereduksinya ke dalam realitas dan fenomena empiris-sosiologis seperti semangat kebangsaan atau nasionalisme," ucapnya.

Oleh karena itu, Wapres menghimbau kepada hadirin untuk tidak lagi membuat jarak, apalagi mempertentangkan antara keislaman dengan semangat kebangsaan, atau keindonesiaan.

"Membuat jarak, apalagi mempertentangkan keduanya, jelas tidak menguntungkan bagi kehidupan kita sebagai umat Muslimin, dan sekaligus sebagai warga tanah air Indonesia," ujarnya.

Disisi lain, lanjut Wapres, semangat kebangsaan (nasionalisme), adalah produk manusia yang terbentuk karena berbagai faktor seperti sejarah, perkembangan dan dinamika sosial, budaya dan keagamaan masyarakat Indonesia dalam riwayatnya yang panjang.

"Semua faktor ini berkombinasi memainkan peran dalam pembentukan semangat kebangsaan," tuturnya.

Dalam orasi ilmiahnya, Wapres pun mengutip jawaban Syekh Rasyid Ridha saat di tanya oleh KH Basuni Imran, karena dia menyaksikan tumbuh dan meningkatnya semangat kebangsaan umat Muslimin, termasuk di Indonesia dalam rangka menghadapi kolonialisme Eropa ketika jaman itu.

Dalam suratnya, cerita Wapres, Syekh Rasyid Ridha menyatakan semangat kebangsaan tidak bertentangan dengan Islam. Bahkan menurut ulama mufassir, penulis Tafsir al-Manar bersama gurunya Syekh Muhammad Abduh, cinta tanah air itu adalah bagian daripada iman.

"Iman seseorang Muslim tidak lengkap jika dia tidak mencintai tanah airnya," ucap Wapres.

Di awal pidatonya, Wapres tak lupa mengucapkan selamat atas peringatan hari lahir atau Milad ke-64 Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang merupakan salah satu perguruan tinggi tertua di tanah air, dan bersyukur di tengah perubahan dan gejolak zaman, UMI dapat bertahan dan berkembang.

"Atas nama pemerintah, saya ingin menyampaikan terima kasih, apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya atas jasa dan pengabdian UMI dalam turut memajukan umat dan bangsa Indonesia melalui pendidikan tinggi yang berkualitas bagi anak-anak bangsa. Semoga UMI semakin maju dan berjaya dalam perjalanannya hari ini dan ke depan, sehingga pengabdiannya pada umat, bangsa dan negara semakin meningkat lagi," kata Wapres.

Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018