Jakarta (ANTARA News) - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) memfasilitasi lima merek mode domestik untuk ikut serta dalam pameran streetwear terbesar, Agenda Show, di Long Beach, California, Amerika Serikat, pada 28-30 Juni 2018.

“Keikutsertaan ini mencerminkan salah satu upaya Bekraf untuk terus meningkatkan fesyen sebagai sektor unggulan ekraf di Indonesia,” ujar Deputi Pemasaran Bekraf, Joshua Simandjuntak, melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.

Agenda Show merupakan pameran fesyen khusus kategori streetwear, olahraga, denim, alas kaki, selancar dan seluncur.

Sejak digelar pertama pada 2003, Agenda Show sudah dihadiri lebih dari 10.000 pengunjung dari berbagai negara, termasuk pembeli, media, distributor, dan kalangan berpengaruh dari Amerika Serikat dan 50 negara lain di dunia.

Diharapkan, dengan dukungan ini, industri fesyen streetwear Tanah Air semakin berkembang pesat dan mendapat tempat di hati dunia.

Dalam Agenda Show 2018, Bekraf akan membawa lima merek domestik yang sudah melewati tiga tahapan kurasi para kurator, yaitu Khairiyyah Sari, Hanafie Akhmad, Syahmedi Dean, dan Febe Siahaan.

Untuk kurasi tahapan kedua dilakukan kurasi langsung oleh kemitraan merek Agenda yaitu Richard Soto. Pendaftaran terbuka telah dilakukan yaitu dimulai 27 Februari 2018 dan berlangsung selama dua minggu.

“Masyarakat cukup antusias dengan acara ini, ratusan peserta ikut berpartisipasi dengan berbagai produk mereka. Setelah melalui tiga tahapan kurasi, terpilihlah lima merek yang dirasa tepat,” ucap Sari.

Ia menjelaskan tren streetwear berangkat dari tren fesyen dunia dimulai pada '90an, produk streetwear yang berasal dari gaya hidup hip hop dan skate muncul dan menjadi incaran kaum muda.

Saat itu, streetwear merupakan sarana untuk menunjukkan identitas diri dan merefleksikan status sosial serta menampilkan kebanggaan dan integritas sebagai seorang individu dengan mengekspresikan diri melalui pakaian.

Di Indonesia, tren ini mulai terlihat pada '90-an saat era distro berjaya. Label-label produksi dalam negeri yang menjual kaus, jaket, hoodies, yang belum berani menjual labelnya sendiri, menitipkannya di distro-distro.

Indonesia kembali semarak dipenuhi dengan label streetwear yang inovatif serta dipenuhinya acara-acara yang berhubungan dengan gaya hidup itu. Pemakainya, yaitu generasi Z menjadi konsumen utama produk streetwear.

“Mereka menilai bahwa streetwear merupakan gaya pakaian yang nyaman digunakan dan memiliki karakter. Streetwear, saat ini bukan hanya sekadar dipakai, namun juga menjadi sebuah kebanggaan bagi para pemakainya,” tambahnya.

Adapun 5 brand yang didukung oleh Bekraf di Agenda Show 2018 ini adalah Elhaus dengan busana lelaki modern dan denim, Paradise Youth Club dengan inspirasi gaya hidup 90’s skate dan musik, OldblueCo yang fokus di produksi denim, Monstore yang memiliki koleksi unisex, apparel, dan home, serta Potmeetspop asal Bandung yang berkreasi dengan aneka denim rancangan modern.

Menurut data Outlook Ekonomi Kreatif 2017 yang diterbitkan Bekraf, subsektor fesyen merupakan salah satu sub sektor ekraf dengan nilai pendapatan terbesar (2016) yaitu senilai Rp 166 triliun atau berkontribusi sebesar 18,01 persen terhadap PDB Ekraf.

Secara umum, nilai ekspor produk fesyen Indonesia pada 2015 mencapai 10,90 miliar dolar AS, meningkat sebesar 1,84 persen dibandingkan ekspor pada 2014 dan memberikan kontribusi sebesar 54,54 persen terhadap total nilai ekspor sektor ekraf.

Nilai itu menjadikan subsektor fesyen sebagai salah satu industri yang sangat penting bagi ekonomi kreatif.

Negara tujuan ekspor terbesar produk fesyen Indonesia adalah Amerika Serikat dengan nilai sebesar 4,72 miliar dolar AS, lalu di posisi kedua dan ketiga berturut-turut adalah Jepang dengan nilai ekspor 943,6 juta dolar AS dan Jerman dengan nilai ekspor 701 juta dolar AS.

Komoditas terbesar produk fesyen ke Amerika Serikat berasal dari industri pakaian jadi dari tekstil.

Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018