Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung, HM Prasetyo, menyatakan, vonis hukuman pidana mati kepada terdakwa kasus terorisme Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sudah tepat.

"Rasanya di situ terlihat bahwa majelis hakim pun sependapat dan sepaham dengan kita bahwa Aman Abdurrahman sudah selayaknya divonis seperti itu, hukuman mati," katanya, di Jakarta, Jumat.

Ia menambahkan, majelis hakim melihat perbuatan-perbuatan atau rangkaian peristiwa yang terjadi dan akibat yang ditimbulkan, akibat perbuatan terdakwa tersebut.

Dikatakan, jika terdakwa mengajukan banding, pihaknya juga akan melakukan upaya hukum serupa. "Makanya kita (kejaksaan) harus mengikuti manuver yang bersangkutan, agar jangan kehilangan kesempatan atau mengimbangi langkah yang dilakukan terdakwa," katanya.

Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Akhmad Jaini, menjatuhkan hukuman pidana mati Abdurrahman, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.

Usai membacakan vonis, majelis hakim menanyakan kepada terdakwa atau tim kuasa hukumnya terkait dengan kemungkinan banding.

"Bagaimana banding atau menerima atau pikir-pikir? Tidak usah komentar," kata hakim.

Kemudian Asrudin Hatjani, anggota tim kuasa hukum Abdurrahman, menyatakan, "Pikir-pikir, Yang Mulia."

Abdurrahman didakwa terlibat dalam kasus bom Thamrin, kasus bom Gereja Oikumene di Samarinda, kasus bom Kampung Melayu, serta kasus penyerangan di Bima, NTB dan kasus penyerangan Markas Polda Sumatera Utara. Dia dituduh berperan sebagai dalang di balik teror itu.

Ia seharusnya bebas dari penjara pada 17 Agustus 2017 usai menjalani masa hukuman sembilan tahun atas keterlibatannya dalam pelatihan militer kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di pegunungan Jalin, Kabupaten Aceh Besar pada 2010.

Namun, pada 18 Agustus 2017, polisi menetapkan dia sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam serangan teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Abdurrahman kemudian dijerat UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018