Mataram (ANTARA News) - Anggota Komisi VIII DPR asal Nusa Tenggara Barat (NTB), Mesir Suryadi, menyatakan pengaduan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke polisi atas tudingan dirinya sudah pernah nikah sebelum masuk Akabri merupakan wujud demokrasi. "Di era reformasi sekarang semua orang boleh ngomong, padahal masa lalu hal demikian itu sangat tabu, jangankan menuding presiden sebagai pejabat negara, mencemarkan cucunya saja sudah ditangkap," katanya kepada wartawan yang dihubungi dari Mataram, Senin. Menurut di, tudingan yang dilontarkan Zaenal Maarif, mantan Wakil Ketua DPR dari Partai Bintang Reformasi (PBR), haruslah dibuktikan secara hukum. Sebab implikasi tuduhan tersebut terhadap kedudukan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden dapat menjadi kebohongan publik dan juga fitnah. Kalau memang secara hukum Zaenal Maarif dapat membuktikan, maka hal itu berarti Yudhoyono sebagai pemimpin negara Indonesia sekarang telah melakukan kebohongan publik. Kebohongan publik itu akan sangat berpengaruh terhadap kredibilitas kepemimpinannya sebagai orang nomor satu di negeri ini, sebagai publik figur hal demikian itu akan selalu disorot. Tetapi sebaliknya, bila tidak dapat membuktikan, maka negara ataupun Yudhoyono sendiri dapat melakukan penuntutan dan Zaenal Maarif harus mempertanggungjawabkannya. "Negara berhak mengajukan tuntutan hukum terhadap Zaenal Maarif dan hal demikian itu tentunya sangatlah serius," kata anggota Panggar DPR asal FPG itu. Mengenai awal munculnya tuduhan Zaenal Maarif yang dikaitkan dengan isu bahwa adanya peran istri presiden atas penarikannya sebagai anggota DPR, Mesir menyatakan kewenangan menarik kadernya dari DPR ataupun DPRD itu adalah partai politik yang bersangkutan. Penarikan anggota kader dari lembaga legislatif tersebut diatur dalam perundang-undang, sehingga penarikan itu sendiri merupakan "domain" dari partai politik, bukan pihak lain. "Sehingga tidak ada alasan atau mengkait-kaitkan penarikan seorang anggota Dewan oleh partainya dengan kejadian atau peristiwa pihak ketiga, partainyalah yang berhak menarik atau menempatkan seorang kader di lembaga legislatif itu," katanya. Menjawab pertanyaan, Mesir menyatakan apakah institusi Akabri pada masa Yudhoyono mengikuti pendidikan membenarkan seorang taruna yang telah menikah boleh mengikuti pendidikan disana. Kalau memang pihak pengelola lembaga pendidikan untuk kemiliteran itu membenarkan menerima calon taruna yang sudah menikah, tentunya tidak ada masalah justru dipertanyakan apa iya, lembaga yang penuh kedisiplinan itu membolehkannya. Menurut dia, kalau dilihat dari sistem perekrutan masuk Akabri beberapa puluh tahun lalu, rasa-rasanya sulit bisa lolos diterima sebagai taruna bila memiliki masalah seperti itu. Sebab tidak sedikit taruna yang sedang menjalani pendidikan terpaksa dikeluarkan karena ada permasalahan, terlebih yang bermasalah dengan perkawinan. "Banyak taruna Akabri dimasa lalu yang terpaksa dikeluarkan karena adanya pengaduan yang berkaitan dengan urusan pacar, karena memang disiplin atau peraturannya sangatlah ketat dan tegas," katanya. Tentang sumber isu tersebut berasal dari Jenderal (Purn) Hartono dan yang bersangkutan juga harus dilibatkan, Mesir yang juga menggeluti bidang hukum, menyatakan bahwa hal itu bukan urusan Yudhoyono Mereka yang melontarkan tuduhan itu yang harus bertanggungjawab secara hukum, masalah sumbernya dari orang lain biarlah polisi yang memprosesnya, yang publik ketahui sekarang bahwa yang melontarkan tuduhan tersebut dan disebarkan media massa adalah Zaenal Maarif, demikian Mesir Suryadi. (*)
Copyright © ANTARA 2007