"Masih ada perbedaan yang cukup signifikan antara persepsi masyarakat dan bukti ilmiah. Hasil penelitian yang komprehensif mengenai produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dan rokok elektrik terkadang cenderung dinilai negatif oleh masyarakat, padahal produk ini memiliki potensi risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok," kata Peneliti di Pusat Bedah Jantung Onassis di Athena-Yunani, Konstantinos E Farsalinos, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Sejumlah peneliti dunia berkumpul di acara Global Forum on Nicotine 2018 di Warsawa, Polandia untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh rokok.
Dari sejumlah penelitian yang dikemukakan dalam ajang ilmiah internasional ini, peneliti sepakat metode pengurangan bahaya produk tembakau dinilai dapat menjadi salah satu solusi yang tepat untuk mengurangi jumlah perokok di dunia sebelum akhirnya benar-benar terbebas dari produk tembakau.
Dewan Penasihat Himpunan Peneliti Indonesia yang juga merupakan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof Dr Erman Aminullah MSc, di tempat terpisah, mengatakan, meskipun inovasi produk tembakau alternatif mulai banyak bermunculan di Indonesia, pada akhirnya konsumen yang akan memilih produk tembakau alternatif yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Untuk produk tembakau alternatif yang menggunakan teknologi dalam pemakaiannya serta telah didukung oleh penelitian yang kredibel sehingga hasilnya berpotensi lebih rendah risiko daripada rokok, maka hanya tinggal menunggu waktu para konsumen untuk memahami potensinya dan beralih ke produk itu," kata dia.
Ketua Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik Indonesia dan juga anggota Koalisi Indonesia Bebas TAR, Prof Dr Achmad Yazid, mengatakan, selain ada peranan teknologi, produk tembakau alternatif juga menerapkan metode pengurangan bahaya.
"Produk tembakau alternatif ditujukan untuk membantu permasalahan merokok di Indonesia," kata dia.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018