Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi siap menjelaskan sikapnya terkait dengan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada Presiden Joko Widodo.
"KPK mempersiapkan penjelasan yang lebih solid terkait RUU KUHP tersebut. Kami memandang, selain dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, RUU KUHP juga sangat berisiko bagi kerja KPK ke depan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Pada 8 Juni 2018 lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan setelah Hari Idul Fitri, Presiden menyiapkan waktu khusus bagi KPK untuk membicarakan soal Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP), khususnya karena tindak pidana korupsi (Tipikor) masuk ke dalamnya.
"Perlu diingat, keberadaan UU Tipikor dan UU KPK yang sudah jelas saat ini pun masih terus diuji dan dicari celahnya di pengadilan, apalagi dengan adanya RUU KUHP yang sejak awal sudah terbaca sangat berisiko melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi," tambah Febri.
Febri berharap bila tujuan pemerintah adalah melakukan kodifikasi perundangan-undangan di Indonesia, jangan sampai pemberantasan korupsi dikorbankan.
"Jika ada sebuah obsesi kodifikasi, janganlah sampai pemberantasan korupsi jadi korban. Belajar dari banyak negara, kodifikasi bukanlah harga mati, kodifikasi tetap tergantung kepada kebijakan sebuah negara dalam penyusunan aturan hukum," ungkap Febri.
Menurut Febri, KPK juga membaca pendapat dan sikap dari sejumlah ahli hukum dari berbagai perguruan tinggi.
"Terbaca jelas, jaminan pemerintah bahwa tidak ada pelemahan terhadap pemberantasan korupsi tidak cukup meyakinkan banyak pihak, bukan hanya KPK," ungkap Febri.
Selanjutnya KPK menunggu waktu pertemuan yang dijanjikan Presiden tersebut.
"Semoga setelah Idulfitri ini, kita bisa lebih tenang dan jernih membaca masalah yang ada. Hati kita semua dibukakan untuk lebih serius dan sungguh-sungguh memberantas korupsi, tanpa kepura-puraaan, tanpa konflik kepentingan," tegas Febri.
Sebelumnya Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan bahwa DPR akan mengesahkan RUU KUHP pada 17 Agustus 2018 sebagai kado kemerdekaan Indonesia.
KPK mengatakan setidaknya ada 10 hal mengapa RKUHP berisiko bagi KPK dan pemberantasan korupsi yaitu:
1. Kewenangan kelembagaan KPK tidak ditegaskan dalam RUU KUHP.
2. KPK tidak dapat menangani aturan baru dari United Nations Convention againts Corruption (UNCAC) seperti untuk menangani korupsi sektor swasta.
3. Tidak mengatur pidana tambahan berupa uang pengganti.
4. Mengatur pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif.
5. Mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat tindak pidana korupsi.
6. Beberapa tindak pidana korupsi dari UU Pemberantasan Tipikor masuk menjadi Tindak Pidana Umum.
7. UU Pemberantasan Tipikor menjadi lebih mudah direvisi
8. Kodifikasi RUU KUHP tidak berhasil menyatukan ketentuan hukum pidana dalam satu kitab undang-undang.
9. Terjadi penurunan ancaman pidana denda terhadap pelaku korupsi.
10. Tidak ada konsep dan parameter yang jelas dalam memasukkan hal-hal yang telah diatur undang-undang khusus ke dalam RUU KUHP.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018