Direktur departemen kesehatan mental dan penyalahgunaan zat di WHO, Dr Shekhar Saxena, mengatakan "gangguan permainan" harus terdaftar sebagai masalah baru berdasarkan bukti ilmiah, di samping kebutuhan dan permintaan untuk perawatan masalah ini di banyak belahan dunia.
Di sisi lain, masyarakat menyambut positif keputusan WHO, dan menilai penting untuk mengidentifikasi orang-orang yang kecanduan pada permainan video karena mereka biasanya remaja atau orang dewasa muda yang tidak mencari bantuan sendiri.
Dr. Henrietta Bowden-Jones, juru bicara masalah kecanduan perilaku dari Britain's Royal College of Psychiatrists mengatakan cara terbaik mengobati kecanduan permainan biasanya dengan terapi psikologis, tetapi beberapa obat mungkin juga berhasil.
Sementara itu, Dr. Mark Griffiths, yang telah meneliti konsep gangguan permainan video selama 30 tahun, menuturkan klasifikasi baru WHO akan membantu melegitimasi masalah dan memperkuat strategi pengobatan.
"Video game seperti judi dari sudut pandang psikologis.Penjudi menggunakan uang sebagai cara menjaga skor sedangkan pemain menggunakan poin," ujar dia yang merupakan seorang profesor untuk masalah kecanduan perilaku di Nottingham Trent University itu.
Dia menduga bahwa persentase pemain video game yang memiliki masalah kompulsif cenderung sangat kecil - kurang dari 1 persen - dan banyak orang seperti itu kemungkinan akan memiliki masalah mendasar seperti depresi, gangguan bipolar atau autisme.
Griffiths mengatakan bermain video game, bagi sebagian besar orang, lebih sekedar hiburan.
"Orang-orang banyak bermain tetapi itu bukan kecanduan," kata dia.
Orang tua dan masyarakat harus menyadari masalah yang berpotensi membahayakan.
"Jika (video game) mengganggu fungsi yang diharapkan dari orang tersebut - apakah itu kegiatan studi, sosialisasi, - maka Anda perlu berhati-hati dan mungkin mencari bantuan," tutur Saxena seperti dilansir Time.
Baca juga: Trump tuding video game penyebab kekerasan di dunia nyata
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018