Palu (ANTARA News) - Banjir bandang yang disertai tanah longsor di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), sampai Jumat sore memasuki hari kesembilan, namun nasib lebih 7.000 warga Kecamatan Mamosalato belum diketahui. Tim evakuasi dan pendistribusian bantuan baru menembus tiga dari empat kecamatan yang dihajar banjir dan tanah longsor, yakni Kecamatan Bungku Utara, Soyo Jaya, dan Petasia. Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Morowali, Ny Rosmaniel Songko, di Kolonodale (eks ibukota Kabupaten Morowali), mengatakan nasib korban banjir di Mamosalato belum diketahui karena akses transportasi dan komunikasi ke daerah tersebut putus total. Informasi terakhir yang diperoleh pada Selasa (24/7), sebanyak lima dari 14 desa di wilayah tersebut terendam banjir. Rosmaniel belum mendapat laporan nama desa yang tersapu banjir. Kecamatan Mamosalato memiliki 14 desa dengan pembagian topografi sebanyak enam desa di wilayah pesisir, empat desa di lembah, serta masing-masing dua desa di kawasan perbukitan dan dataran. Jarak ibukota kecamatan Mamosalato dari Kolonodale sekitar 46 kilometer melalui darat dan 45 mil lewat laut. Namun melalui darat tidak bisa dilakukan karena belum memiliki akses jalan raya yang memotong Cagar Alam Morowali. "Terbatasnya tenaga dan sarana membuat posko penanggulangan korban banjir masih memfokuskan penyelematan korban yang disertai tanah longsor di wilayah Bungku Utara," katanya. Menurut Rosmaniel, sampai Jumat sore tercatat 32 korban meninggal dunia akibat banjir dan tanah longsor yang seluruhnya berasal dari wilayah Bungku Utara dan masih sekitar 80 orang dinyatakan hilang. Banjir bandang menggenangi empat kecamatan di Morowali berlangsung sejak Selasa (17/7) dan memuncak pada hari Minggu (22/7) dengan ketinggian air mencapai lebih dua meter. Bahkan kondisi desa Ueruru dan Boba di kecamatan Bungku Utara sudah rata dengan tanah, akibat tertimbun longsoran bukit disertai lumpur tebal.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007