Usai sahur dan salat Subuh, Musjaya (42 tahun) dan seluruh anggota keluarga sibuk mempersiapkan diri untuk mudik Lebaran ke kampung halaman, Cirebon, Jawa Barat, Senin (11/6).
Di halaman rumahnya di Perumahan Dukuh Mutiara Gading Timur Bekasi, sudah parkir mobil Suzuki Carry jenis pikap yang dimodifikasi sedemikian rupa agar bisa memuat seluruh keluarga yang berjumlah tujuh orang serta barang bawaan.
Bersama Musjaya, ikut sang istri Santi (35 tahun) serta empat anaknya: Eka (18), Nabila (14), Bagas (10), dan Fathan (4). Jumlah itu masih ditambah satu lagi bayi perempuan yang masih berusia 4 bulan, Emera.
Emera sebenarnya bukanlah anak kandung Santi. Dia anak adik perempuannnya yang meninggal beberapa bulan lalu sehingga Santi dan suaminya sepakat untuk memeliharanya.
"Kasihan dia, bapaknya `kan harus kerja dan tidak bisa merawat anaknya sehingga kami dengan ikhlas siap memelihara," kata Musjaya yang bekerja sebagai sales di sebuah perusahaan elektronik, wilayah Serpong.
Mobil pikap yang biasa disewakan untuk mengangkut barang itu pun disulap menjadi angkutan penumpang.
Agar anak-anak merasa nyaman dan bisa tidur, bak bagian belakang mobil pun digelar kasur dan dipasang atap dari terpal plastik agar tidak kepanasan dan terlindung dari terpaan angin. Di samping kiri dan kanan dipasang pagar pembatas dari kayu.
Setelah segala sesuatu beres dan tidak ada yang ketinggalan, mobil pikap itu pun siap meluncur menembus pagi yang masih gelap. Rute perjalanan adalah Bekasi Timur, Cikarang, Karawang dan Cikampek menyusuri jalur biasa.
Mereka sengaja tidak masuk jalan tol karena khawatir terjadi kemacetan parah yang membuat mereka tidak bisa menepi setiap saat untuk istirahat.
Musjaya duduk di balik kemudi, didampingi istrinya dan sang bayi, sementara keempat anaknya berada di bak belakang yang sudah penuh dengan kardus berisi berbagai jenis barang.
Eka, sebagai anak paling besar, bertugas sebagai komandan menjaga adik-adiknya yang masih kecil dan tidak bisa diam, terutama si bungsu Fathan.
Mudik dengan mobil barang adalah sebuah "kemajuan" bagi Musjaya dan keluarga karena sebelumnya mereka mudik dengan menggunakan sepeda motor.
"Anak-anak juga senang. Mereka gembira bisa pulang dengan mobil, tidak lagi naik sepeda motor yang sangat menyiksa dan membuat pinggang pegal duduk berjam-jam," kata Musjaya yang ditemui menjelang keberangkatan.
Musjaya adalah salah satu dari sekian banyak warga yang mudik menggunakan mobil pikap atau sejenis mobil pengangkut barang lainnya.
Alasannya, mobil pikap lebih praktis dan murah meski faktor keamanan dan keselamatan menjadi taruhannya. Saat kembali ke rantau, mereka juga bisa membawa hasil panen, seperti beras, sayur-sayuran, buah-buahan, dan bahkan ayam. Hal yang sulit dilakukan jika mereka menggunakan sepeda motor atau angkutan umum.
Ketika ditanya bahwa mudik dengan menggunakan mobil barang adalah perbuatan melanggar aturan lalu lintas, Musjaya dengan lugu menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahuinya.
"Dari tahun ke tahun saya melihat banyak orang mudik dengan mobil barang, tidak ada masalah. Lagi pula, saya tidak punya pilihan lain. Kalau pun nanti ditilang, saya pasrah saja, sudah risiko," katanya.
Antara yang memantau situasi mudik dari Bekasi Timur sampai Semarang melalui Jalur Pantura pada H-4 Lebaran, mengamati cukup banyak warga pemudik yang menggunakan kendaraan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Bahkan, ada juga pemudik yang terlihat menggunakan bajaj dengan tumpukan barang yang diikat di atasnya.
Selain itu, masih banyak pasangan pemudik sepeda motor yang membawa anak-anak di bawah usia 5 tahun, seperti yang terlihat saat melintas di Simpang Jomin, Cikampek.
Adalah sebuah pemandangan umum menyaksikan seorang ibu menggendong bayi yang terlelap di atas sepeda motor saat terjebak di tengah kemacetan di jalur mudik antara Bekasi dan Cikampek.
"Saya juga ingin mudik seperti orang-orang itu menggunakan mobil pribadi atau naik KA. Memang beginilah kemampuan saya," kata Andri Bachtiar, warga asal Ciputat, Banten yang hendak mudik ke Semarang, Jawa Tengah.
Sulit Dilarang
Menjelang mudik, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol. Royke Lumowa dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya melarang pemudik menumpang di bagian kabin atau belakang mobil pikap terbuka dan akan menurunkan penumpang yang melanggar.
Alasan Royke, mobil pikap untuk mengangkut barang, bukan manusia sehingga tidak dilengkapi dengan fasiltas untuk keselamatan penumpang.
Kendati pemerintah makin menggalakkan mudik gratis, baik dengan bus, kereta api, maupun kapal laut, dan mendapat sambutan yang menggembirakan dari masyarakat, tetap saja masih banyak warga yang kreatif menyulap mobil barang menjadi mobil penumpang darurat, ataupun mudik dengan sepeda motor.
Menurut pengamat pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno, sulit untuk melarang pemudik untuk menggunakan sepeda motor maupun mobil barang saat pulang kampung untuk berlebaran.
Penyebabnya bukan hanya karena lebih murah dan lebih efisien, melainkan karena sulitnya transportasi umum saat mereka sudah berada di kampung halaman.
Dengan membawa kendaraan sejak dari rumah, pemudik saat sudah berada di kampung halaman bisa dengan leluasa saat berkunjung dan bersilaturahmi dengan keluarga yang lain.
Akan tetapi, bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor ataupun mobil dengan bak terbuka yang sudah dimodifikasi, turun cukup signifikan berkat gencarnya program mudik gratis yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018