Jakarta (ANTARA News) - Pasokan batubara PLTU Suralaya untuk 2008 terancam kosong, menyusul gagalnya tender kedua yang ditargetkan memenuhi kebutuhan pembangkit tersebut sebanyak satu juta ton. General Manager PLTU Suralaya, Bambang Susianto, ketika dihubungi di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa seperti tender batubara berkadar 5.100 kkal/kg yang pertama, tender kedua hanya diikuti dua perusahaan, yakni PT Berau Coal dan PT Kideco. "Seuai aturan, tender yang hanya diikuti dua peserta dinyatakan gagal," katanya. Selain itu, harga batubara yang diajukan peserta juga masih di atas harga penawaran sendiri (HPS) PT PLN (Persero) yang sesuai rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) hanya sebesar Rp384.000 per ton. Tender tersebut dilakukan guna menutupi kekurangan pasokan batubara PLTU Suralaya tahun 2008 dari PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (BA) dari 6,1 juta ton menjadi 5,1 juta ton. Menurut Bambang, sesuai jadwal, pihaknya sudah harus menandatangani pengadaan batubara dengan pemenang tender tiga bulan sebelum Januari 2008. "Artinya, tender sudah harus ditandatangani pada September ini," katanya. Bambang mengatakan, peserta tender beralasan harga batubara memang sedang tinggi dikarenakan kebutuhan ekspor yang juga meningkat. "Saat ini, harga dan biaya transportasi batubara naik tajam sampai 26 persen," ujarnya. Selain tender yang diikuti dua perusahaan besar tersebut, PLTU Suralaya juga melakukan tender batubara untuk perusahaan tambang kecil. "Ada sebanyak 49 perusahaan yang berminat. Namun, mereka juga menawarkan harga yang tinggi," katanya. Selain itu, ia juga mengatakan, pasokan batubara dari perusahaan kecil juga kurang terjamin karena produksi batubaranya memang keciI. Menurut dia, saat ini, dari 49 perusahaan yang berminat, perusahaan yang telah lulus prakualifikasi sebanyak 24 perusahaan. "Nantinya, perusahaan-perusahaan tersebut akan tersaring di seleksi penawaran administrasi dan teknis, serta akan berkurang lagi di tahap penawaran harga," katanya. Bambang mengatakan, pihaknya sudah melaporkan kegagalan tender tersebut ke direksi PLN. "Perubahan HPS perlu keputusan rapat dewan komisaris. Pemerintah juga perlu melakukan regulasi khusus listrik untuk kepentingan hajat hidup orang banyak," katanya. Namun, Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM J Purwono mengatakan, persoalan tender tersebut merupakan mekanisme pasar sehingga menjadi urusan korporat. "Persoalan ini tidak memerlukan bantuan pemerintah," katanya. Ia juga meminta, PLN melakukan evaluasi, mengapa tender batubaranya terus menerus mengalami kegagalan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007