Jakarta (ANTARA News) - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan calon independen maju dalam pemilihan kepala daerah diperkirakan hanya eforia politik sesaat dan dipastikan calon akan lebih memilih maju melalui partai politik. Pengamat politik Mohamad Qodari, di Jakarta, Jumat, mengatakan dengan putusan MK memang monopoli atau harga tawar bagi parpol menjadi rontok dalam urusan jual menjual tiket. "Namun, secara naluriah calon yang maju tetap akan cari partai. Katakanlah, ada calon independen di Jakarta, bagaimanapun dia akan berhitung dan tetap mencari parpol. Akan mudah mendapatkan suara misalnya dari PDIP, daripada tak punya kantong sama sekali," katanya. Menurut Qodari, calon independen hanya akan "menjamur" jika proses komunikasi politik mati atau partai politik menutup diri dengan menjual tiket terlalu mahal. "Kuncinya, kalau partai politik jual mahal, maka calon independen akan menjamur, tapi jika tidak dan masih bisa kompromi, maka calon akan mengarah pada parpol," katanya. Qodari menjelaskan memang saat orang sudah kecewa dengan partai politik, maka siapa pun yang diajukan oleh parpol akan kalah populer dengan calon independen. "Apalagi calon indepeden lagi eforia, naik daun. Jadi siapa pun yang diajukan dari calon independen akan menang melawan calon parpol. Karena itu, sebagus apa pun calon dari parpol akan kena getahnya, karena kekecewaan masyarakat terhadap parpol," ujarnya. Namun gambaran itu, diperkirakan hanya terjadi saat terjadi eforia calon independen. Bahkan, bisa saja orang memisahkan kesukaan terhadap partai politik dengan kesukaan terhadap calon. "Walaupun tidak suka terhadap partai, tapi calon yang diajukan calon yang bagus, kompeten, pengalaman, kredibel, maka tidak jaminan calon parpol akan kalah," katanya. Sebetulnya, lanjut Qodari, calon yang berangkat dari partai politik akan diuntungkan daripada yang dari calon independen, karena partai politik adalah mesin politik sehingga dapat memberikan dukungan yang lebih solid dan sudah terstruktur secara rapi manejemen politiknya. "Jika calon independen dari kalangan akademik, maka pendukungnya hanya orang akademik, berbeda mereka yang berangkat dari partai politik," katanya. Namun, Qodari menegaskan yang terpenting adalah kemampuan dari calon untuk membangun komunikasi, mengelola konflik saat ia terpilih nanti. "Untuk jadi kepala daerah harus memiliki komunikasi yang bagus, harus memiliki kemampuan membangun konsensus, kalau kemampuan tersebut tidak dimiliki, maka pada saat memerintah akan dikerjain terus," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007