Bangkok (ANTARA News) - Menteri pertahanan Thailad, Jenderal Boonrawd Somtas, pada Kamis memperingatkan bahwa pemerintah dapat memberlakukan keadaan darurat di Bangkok jika kekerasan terjadi lagi di unjukrasa menentang kudeta. Ia mengatakan kepada parlemen bahwa pemerintah tidak akan membiarkan bentrok Minggu lalu terulang antara pengunjukrasa dengan polisi, saat lebih dari 100 orang cedera. "Pemerintah tidak akan membiarkan kekerasan seperti itu terjadi lagi," kata menteri tersebut. "Jika polisi tidak dapat mengendalikan keadaan, maka tentara akan menerapkan hukum, seperti, undang-undang darurat. Tentara selalu menyiagakan pasukannya," katanya kepada parlemen. Boonward mendesak pengunjukrasa tetap tenang, dengan mengatakan, "Pemerintah tidak ingin mengambil langkah keras." Bentrok itu terjadi Minggu malam saat sekitar 5.000 pengunjukrasa mencoba berpawai dari lapangan Sanam Muang di Bangkok tengah ke kediaman penasehat utama raja Thailand Bhumibol Adulyadej. Polisi menghalangi pengunjukrasa itu, yang mulai melemparkan batu dan kayu. Polisi penanggulangan huru-hara melawannya dengan gas airmata dan pentungan untuk memecah kerumunan tersebut. Itu merupakan kekerasan pertama sejak kup tersebut dan terjadi saat tentara mulai berupaya mendesak pemilih menerima undang-undang dasar baru negeri itu. Tentara menyatakan piagam baru tersebut akan melicinkan jalan bagi pemilihan umum pada ahir tahun ini, tapi penentang menakutkan undang-undang dasar itu memberikan jalan untuk tentara tetap berpengaruh atas pemerintah melalui orang kuatnya. Pengadilan Thailand hari Kamis menuduh sembilan pemimpin unjukrasa menentang kudeta ahir pekan lalu, yang berubah menjadi kerusuhan, menyelenggarakan unjukrasa gelap, menghasut kerusuhan dan menghalangi tugas polisi. Kesembilan orang itu, sarjana berbagai jurusan penentang kudeta tak berdarah tentara pada September tahun lalu dan pendukung perdana menteri terguling Thaksin Shinawatra, membantah tuduhan tersebut. Sekitar 100 polisi dan pengunjukrasa cedera dalam bentrok hari Minggu itu, yang terjadi dekat kediaman Thaksin dan ketua penasehat kerajaan Prem Tinsulanonda, yang menurut pendukung Thaksin mendalangi kudeta tersebut. Enam pengunjukrasa ditahan, karena melemparkan batu dan botol ke garis polisi dalam kejadian itu, kekerasan pertama sejak Thaksin disingkirkan dalam kudeta ke-18 di Thailand dalam 75 tahun. Sebagai akibat kerusuhan itu, pemerintah menyatakan setiap unjukrasa mendatang harus dilakukan di Sanam Muang, lapangan luas di depan Istana Raya Bangkok. Polisi juga menyatakan dapat menggunakan kekuatan, termasuk gas airmata dan pentungan, untuk membubarkan unjukrasa kacau. Thaksin berada di New York saat kudeta terjadi dan menghabiskan sebagian besar waktunya di London, tempat ia membeli perkumpulan sepakbola Inggris atau mengunjungi negara Asia untuk bermain golf dan memberikan wawancara serta ceramah. Dewan perwakilan rakyat Thailand hari Rabu meloloskan aturan mengadakan penentuan pendapat rakyat pertamanya pada 19 Agustus atas undang-undang dasar baru guna menggantikan yang sudah dibekukan sesudah kup tak berdarah September lalu. Undang-undang Referendum Konstitusi itu, diterima dengan suara 133 lawan 2, memungkinkan hukuman penjara selama-lamanya 10 tahun bagi yang berusaha mengganggu atau menghalangi pemberian suara secara bebas dan tertib atas undang-undang dasar tersebut. Pendukung perdana menteri terguling Thaksin Shinawatra dan partai terlarangnya, Thai Rak Thai (Thai Cinta Thai), berjanji berusaha membujuk rakyat Thai menolak undang-undang dasar itu, dengan menyatakannya sah, karena disusun lembaga bukan hasil pemilihan umum, demikian laporan AFP. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007