Jakarta (ANTARA News) - Anggota Majelis Etik DPP Partai Golkar Rully Chairul Azwar menilai batas masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang diatur selama dua periode adalah amanat reformasi sebagai wujud demokratisasi.
"Pembatasan jabatan Presiden/Wakil Presiden tidak bisa dipisahkan dari semangat reformasi 1998," ujar Rully di Jakarta, Rabu.
Dia menekankan tuntutan reformasi salah satunya adalah untuk demokratisasi di bidang politik, karena tidak dibatasinya masa jabatan Presiden/Wapres, kata dia, telah mengakibatkan Presiden RI sebelum reformasi terlalu lama berkuasa.
"Dimana Bung Karno menjadi Presiden seumur hidup dan pak Harto tujuh kali terpilih menjadi Presiden sehingga menimbulkan berbagai kondisi yang merugikan kehidupan demokrasi," jelasnya.
Rully mengatakan dirinya selaku Sekretaris Fraksi Partai Golkar di MPR RI tahun 1998 dan Anggota Badan Pekerja MPR 1999-2004 melihat bahwa maksud utama pasal 7 UUD 1945 adalah untuk menjamin demokratisasi politik tersebut, dengan membatasi masa jabatan Presiden dan Wapres.
Dia menekankan semangat reformasi menghendaki dibatasinya masa jabatan Presiden/Wapres baik itu berturut-turut maupun tidak, maksimum dua kali.
Terkait adanya uji materi di Mahkamah Konstitisi terhadap pasal dalam UU Pemilu yang juga mengatur masa jabatan Presiden/Wapres, guna memperkenankan Wapres Jusuf Kalla maju untuk ketiga kalinya sebagai Wapres, Rully mengatakan bahwa seluruh pihak tentu harus menghormati proses tersebut.
Namun dia mengatakan sejauh ini aspirasi seluruh kader Golkar bulat mendukung Airlangga Hartarto sebagai calon Wakil Presiden bagi Jokowi.
"Asprasi kader internal Golkar bulat mendukung Ketua Umumnya pak Airlangga Hartarto menjadi Wakil Presiden. Tetapi keputusan akhir siapa wapres pak Jokowi bukan pada Partai Golkar, tapi pada pak Jokowi sendiri. Yang bisa kami berikan adalah jaminan bahwa cawapres dari Golkar akan memperkuat duet dengan pak Jokowi," ujar Rully.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018