Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi I DPR RI, Andreas H Pareira, di Jakarta, Rabu, menilai mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew sangat terlambat memahami perubahan politik di Indonesia. Pernyataannya Lee Kuan Yew bahwa pemerintah Singapura hanya bisa mencapai kesepakatan dengan pemerintah Indonesia (terkait berbagai kerja sama dua negara, khususnya soal Perjanjian Kerja sama Pertahanan atau Defence Cooperation Agreemen/DCA), menunjukkan bahwa ia terlambat memahami perubahan politik di Indonesia, ujarnya kepada ANTARA News. Sebelumnya Lee Kuan Yew menegaskan bahwa untuk DCA itu pemerintah Singapura hanya bersepakat dengan pemerintah RI dan bukan dengan partai politik di Indonesia. Penegasan Lee itu menanggapi pernyataan mengenai adanya penolakan parlemen Indonesia terkait perjanjian pertahanan itu dan kecurigaan atas kedatangan Lee ke Indonesia terkait dengan pembicaraan DCA. "Ini sangat rumit bagi pemerintah Singapura," ujarnya. Namun demikian, kata Lee Kuan Yew, pihaknya sangat menghargai atas keputusan pemerintah Indonesia dan proses yang terjadi di dalam negeri Indonesia. Andreas Pareira lebih lanjut mengatakan, Lee Kuan Yew itu masih menganggap Indonesia sekarang masih sama keadaannya dengan di era Soeharto yang menjadi konconya. Indonesia sekarang sudah jauh lebih demokratis dan terbuka dibanding era Presiden Soeharto. Saat itu (era Soeharto-Red) keputusan perjanjian kerja sama bilateral antara Singapura dan Indonesia bisa diambil dari pribadi mereka berdua (Pak Harto dan Lee Kuan Yee) atas nama kedua negara, kata Andreas Pareira. Karena itu politisi muda PDI Perjuangan yang menjadi anggota legislatif dari daerah pemilihan Provinsi Jawa Barat ini berkehendak memberi pelajaran politik era demokrasi baru kepada menteri senior Singapura itu. "Dia mesti tahu, pemerintah Indonesia saat ini, dalam membuat keputusan strategis menyangkut hajat hidup orang banyak, harus memperoleh persetujuan DPR RI yang berbasiskan Parpol, yang wakil-wakilnya terpilih melalui Pemilu yang demokratis, mungkin salah satu paling demokratis di dunia," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007