PBB, New York, (ANTARA News) - Dewan Keamanan (DK) PBB, Rabu, kembali gagal mencapai kesepakatan mengenai cara mengakhiri konflik yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, kata Presiden DK BB untuk bulan Januari, Duta Besar Prancis John-Maurice Ripert, kepada wartawan di markas PBB.

Sebagaimana dilaporkan Xinhua, DK PBB menghadapi dua rancangan teks --satu rancangan resolusi yang diajukan oleh Libya, dan satu pernyataan presiden yang diusulkan oleh Prancis, kata Ripert.

"Tak ada kesepakatan mengenai satu teks pun," katanya, "Kami telah memutuskan akan melanjutkan pembahasan kami."

Libya, satu-satunya negara Arab yang menjadi anggota DK, berkeras bagi dilakukannya pemungutan suara dini bagi rancangan resolusi itu, yang menyerukan segera diakhirinya serangan militer 12-hari Israel terhadap Jalur Gaza dan menuntut penarikan pasukan Israel ke daerah sebelum 27 Desember 2008.

Sebaliknya, pernyataan presiden yang diusulkan Prancis hanya akan menggaris-bawahi "sangat perlunya bagi gencatan senjata segera dan tahan lama" dan memperpanjang sambutan DK bagi gagasan perdamaian yang diumumkan oleh Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Sementara itu, Duta Besar Mesir Maged Abdelaziz mengatakan kepada wartawan di New York bahwa utusan Israel, Pemerintah Otonomi Palestina dan HAMAS telah sepakat untuk bertemu Kamis di Kairo, ibukota Mesir, yang menengahi pembicaraan perdamaian.

Duta Besar Prancis untuk PBB tersebut mengatakan bahwa selama pembahasan tertutup, "ada pernyataan yang sama di kalangan anggota Dewan mengenai keprihatinan serius tentang situasi kemanusiaan di lapangan di Jalur Gaza".

Duta Besar AS untuk PBB Zalmey Khalilzad mengatakan kepada wartawan bahwa rancangan resolusi yang diusulkan Libya dicetak biru, yang berarti siap diajukan untuk pengambilan suara oleh anggota DK.

Namun, Duta Besar AS itu mengatakan "satu atau dua" anggota DK telah menyatakan rancangan resolusi tersebut telah mendapat "dukungan luas" dari anggota DK, dan bukan "suara bulat" yang dicapai di antara semua anggota.

Amerika Serikat, yang menghalangi persetujuan satu pernyataan Dewan Keamanan mengenai konflik Jalur Gaza, menyampaikan keberatan kuatnya atas rancangan resolusi itu, kata beberapa sumber diplomatik Palestina di markas PBB, New York.

Duta besar Mesir mengatakan mereka masih melakukan berbagai upaya guna membahas rancangan resolusi tersebut dengan anggota lain DK dan mengubahnya guna mencegah veto yang mungkin dilakukan ketika rancangan resolusi itu diajukan bagi pemungutan suara di Dewan Keamanan.


Konsensus diperlukan

Konsensus dengan suara bulat adalah dasar yang sangat diperlukan bagi DK untuk mensahkan satu rancangan resolusi, yang secara sah mengikat setelah pengesahannya, atau satu pernyataan presiden.

Amerika Serikat, satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan, memiliki hak veto.

Di Dewan Keamanan, semua keputusan mengenai masalah prosedural dilakukan dengan suara setuju dari sedikitnya sembilan dari ke-15 anggotanya.

Semua keputusan mengenai masalah dasar memerlukan sembilan suara, termasuk suara setuju dari semua lima anggota tetap --Inggris, China, Prancis, Rusia dan Amerika Serikat. Jika satu anggota tetap tidak setuju dengan satu keputusan, anggota tersebut dapat mengajukan suara penolakan, dan tindakan itu memiliki hak veto.

Dalam pertemuan terbuka Dewan Keamanan mengenai konflik Jalur Gaza pada Selasa dan Rabu, utusan Liga Arab dan Gerakan Non-Blok, bersama dengan utusan dari banyak negara lain, telah menyuarakan kekecewaan mereka atas ketidak-mampuan Dewan Keamanan untuk mengemban tanggung-jawabnya dalam memelihara keamanan dan perdamaian internasional.

Setelah lebih dari 10 hari serangan gencar militer Israel, yang telah menimbulkan dampak besar pada rakyat sipil dan meningkatkan ketidak-stabilan serta ketegangan di Jalur Gaza dan wilayah itu, DK tetap terpecah dan tak mampu mengambil tindakan nyata untuk menghentikan aksi kekerasan dan pertumpahan darah di Jalur Gaza.(*)

Pewarta: Ricka Oktaviandini
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009