Menurut Rini, kesepakatan tersebut diambil dalam rapat antara Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan, yang juga melibatkan PT Pertamina (Persero).
"Kalau dulu untuk solar dibantu pemerintah Rp500 sekarang ada tambahan Rp1.500 menjadi Rp2.000. Nah ini dengan APBN yang sekarang bisa dilakukan dengan rambu-rambu yang ada dalam UU APBN sudah dipastikan bisa," ujar Rini saat meninjau kesiapan sarana dan prasarana Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pengapon, Semarang milik PT Pertamina di Semarang, Jumat.
Deputi bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan peningkatan besaran subsidi solar dilakukan dengan mempertimbangkan harga Indonesia Crude Price (ICP) sejak Januari 2018.
Nantinya, tambahan subsidi dari pemerintah akan dibayarkan kepada Pertamina setelah realisasi penyaluran solar sepanjang 2018 selesai.
Baca juga: Migrasi solar ke dexlite ringankan subsidi
Fajar menyatakan tambahan subsidi untuk solar tidak perlu disertakan dalam APBN-P 2018 maupun melalui persetujuan DPR, karena mengacu pada harga ICP.
Untuk 2018, kuota solar bersubsidi ditetapkan sebanyak 16,23 juta kiloliter.
Dengan penetapan kenaikan subsidi ini maka anggaran subsidi solar naik dari Rp9,3 triliun menjadi Rp32,46 triliun.
Baca juga: Volume solar bersubsidi 16 juta kiloliter 2016
Plt Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan angka subsidi menjadi Rp2.000 per liter itu sudah sesuai hitungan bersama antara Pertamina dan pemerintah.
"Kalau untuk solar cukup lah, kan kita sudah hitung bersama angkanya. Kita (Pertamina) ikut dalam rapat juga dengan pak (Menhub Ignasius) Jonan, bu (Menteri BUMN) Rini, dan bu (Menkeu) Sri Mulyani," kata dia.
Baca juga: Pemerintah kaji usulan penambahan subsidi solar
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018