Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, terdakwa selaku advokat merupakan penegak hukum justru merlakukan tindakan tercela yang bertentangan dengan norma hukum dan menghalalkan segala cara...."
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menilai bahwa alasan advokat Fredrich Yunadi bahwa ia memiliki imunitas sehingga tidak bisa dihukum dalam kapasitas menjalankan profesinya yang dilindungi Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat hanyalah alasan dicari-cari.
"Menurut pendapat kami hanyalah alasan yang dicari-cari dalam rangka menghindarkan diri dari pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang dilakukan terdakwa karena putusan Mahkamah Konsitusi no 26/PUU-XI/2013 tentang uji materi atas UU No. 18 tahun 2003 tentang advokat menyatakan dengan tegas bahwa advokat dalam pelaksanan tugas profesi tersebut bukan hanya beritikad baik, namun juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," kata jaksa penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Sehingga bila seorang advokat terbukti ketika membela kepentingan klien menggunakan cara yang melanggar hukum atau bertentangan dengan peraturan perundangan maka tentu hak imunitas ini tidak berlaku atau gugur dengan sendirinya dan terhadap yang bersangkutan dapat dituntut serta dikenakan pertanggungjawaban pidana.
"Terkait hak imunitas advokat tidak boleh bertetangan dengan hukum dan perudnangan dikaitkan dengan hak imunitas advokat dalam kasus terdakwa yang memohonkan uji materiil tersebut. MK Menolak gugatan pemohon karena dianggap tidak beralasan hukum yaitu menyebut imunitas tersebut dengan sendirinya gugur tatkala unsur `itikad baik` tidak terpenuhi` dan dikaitkan perbuatan terdakwa yang sedang membela kliennya jelas tidak dapat dikatakan memiliki itikad baik," jelas Kresno.
Dalam perkara ini Fredrich Yunadi dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti merintangi pemeriksaan Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP elektronik.
Tuntutan itu adalah hukuman maksimal dari dakwaan pasal 21 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
JPU pun tidak melihat ada hal yang meringankan dari perbuatan Fredrich.
"Tidak ditemukan hal-hal yang meringankan dari perbuatan terdakwa dalam persidangan perkara ini," tambah Kresno.
Sebaliknya JPU menyebutkan banyak hal yang memberatkan dari perbuatan Fredrich.
"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, terdakwa selaku advokat merupakan penegak hukum justru merlakukan tindakan tercela yang bertentangan dengan norma hukum dan menghalalkan segala cara dalam membela kliennya, terdakwa mengaku berpendidikan tinggi justru kerap menunjukkan tingkah laku dan perkataan yang tidak pantas atau kasar bahkan terkesa menghina pihak lain sehingga telah merendahkan kewibawaan, martabat dan kehormatan lembaga peradilan," jelas Kresno.
Hal memberatkan lainnya Fredrich dinilai berbelit-belit selama pemeriksaan persidangan dan sama sekali tidak menunjukkan rasa penyesalan dalam perbuatannya.
"Dari fakta-fakta yang terungkap terdakwa bukan saja sekeda `mengetahui` bahwa Setya Novanto berstatus sebagai tersangka korupsi KTP-e yang sedang dicari-cari karena tidak hadir memenuhi panggilan penyidik KPK, namun terdakwa sebenarnya juga `mengetahui` keberadaan Setya Novanto karena sebelumnya telah bertemu Setya Novanto di gedung DPR dan sudah berkomunikasi telepon melalui ajudannya," ungkap Kresno.
Fredrich selanjutnya melakukan "rekayasa" agar Setnov dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau untuk menghindari pemeriksaan penyidikan penyidik KPK dan minta bantuan dokter BImanesh Sutarjo di RS Medika Permata Hijau agar Setnov dapat dirawat dengan sejumlah diagnosa penyakit salah satunya hipertensi.
"Dapat disimpulkan terdakwa berperan aktif dalam menemui dan menghubungi pihak-pihak yang terkait sebagaimana fakta hukum di atas mengetahi perbuatannya dan mewujudkan kehendaknya agar Setnvo sebagai tersangka dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan oleh penyidik KPK," tegas Kresno.
Atas tuntutan itu, Fredrich akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 8 Juni 2018.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018