Jakarta (ANTARA News) - Ahli hukum dari Universitas Riau, Firdaus, berpendapat Pasal 112 huruf l UU MD3 berbahaya karena seperti pisau bermata dua yang dapat menyerang masyarakat.
"Dalam kapasitas sebagai ahli, saya menilai ini pisau bermata dua, sangat reaktif untuk menyerang ke luar (masyarakat), padahal prinsip penegakan kode etik yang di dalam itu adalah yang mengetahui kode etiknya," kata Firdaus di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.
Firdaus mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh salah satu pemohon dalam perkara pengujian UU MD3 di Mahkamah Konstitusi.
Adapun Pasal 122 huruf l menyatakan bahwa DPR dapat mengambil langkah hukum terhadap perseorangan yang dipandang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
"Kategori dipandang merendahkan kehormatan ini, ini yang menurut saya sumir juga, apa ketegori yang dipandang merendahkan kehormatan," kata Firdaus.
Menurut Firdaus pasal a quo dapat digunakan dengan semena-mena, terutama kepada masyarakat yang ingin melakukan pengawasan atau kritik kepada DPR atau anggota DPR yang dinilai melakukan pelanggaran kode etik namun tidak memilliki cukup bukti.
Menurutnya hal ini akan menjadi titik balik, di mana masyarakat yang seharusnya dapat melakukan kontrol terhadap wakilnya di Parlemen, justru dapat dilaporkan karena dinilai merendahkan kehormatan DPR atau anggotanya.
"Seharusnya kita tidak bisa memaksa orang lain menghormati kita, tapi perilaku kita tidak pantas atau tidak layak dihormati karena tidak mencerminkan nilai-nilai etik yang sepantasnya dilakukan oleh anggota DPR," pungkas Firdaus.
Baca juga: Ahli: ada ketidakpastian hukum dalam UU MD3
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018