Jakarta (ANTARA News) - Program Santripreneur yang dilaksanakan melalui pelatihan pengembangan unit usaha kopi olahan di Pondok Pesantren Al Ittifaq Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada Maret 2018, berhasil meningkatkan nilai jual produk kopinya.

“Sebelumnya Koperasi Ponpes Al Ittifaq hanya menjual kopi dalam bentuk ceri (buah) senilai Rp6.000 per kilogram (kg). Namun, setelah diberikan pembinaan dan fasilitasi mesin peralatan, saat ini mampu memproduksi kopi roasting dengan harga Rp250 ribu per kg,” kata Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin, Gati Wibawaningsih di Jakarta, Kamis.

Menurut Gati, Ponpes Al Ittifaq Kabupaten Bandung memiliki potensi besar dalam pengembangan IKM kopi olahan. Ponpes tersebut memiliki kebun kopi seluas 30 hektare dan didukung dengan 130 hektare yang dimiliki alumni ponpes.

“Setiap minggunya, kebun kopi mereka mampu menghasilkan 60 kg kopi dalam bentuk mentah,” ujarnya.

Saat ini, Koperasi Ponpes Al Ittifaq telah berhasil mengolah kopi mentah menjadi roast bean lebih dari 2kg per hari.

“Dalam satu bulan, kopi roast bean yang dihasilkan mencapai 60kg yang dikerjakan oleh lima orang santri. Jadi, ada peningkatan nilai tambah produk,” lanjut Gati.

Diprediksi pada bulan Juni dan Juli 2018, akan memasuki masa panen dan dapat menghasilkan jumlah kopi yang lebih banyak.

Mengenai strategi penjualan, Gati mengungkapkan, santri sering menawarkan kepada para tamu atau pengunjung ponpes yang setiap harinya bisa mencapai 100 orang. Selain itu dipromosikan melalui sosial media dan marketplace.

“Mereka sudah memanfaatkan pasar online, dan sekarang sedang diurus izin edar makanan dari BPOM agar usahanya punya sertifikat dan pemasaran produknya bisa lebih luas lagi,” tuturnya.

Gati juga menyampaikan, pihaknya bakal memfasilitasi Koperasi Ponpes Al Ittifaq agar berpartisipasi melalui program e-Smart IKM. Hal ini sebagai salah satu langkah strategis untuk menuju implementasi revolusi industri 4.0 sekaligus memperluas pasar ekspor.

“Dalam mendukung industri 4.0, ponpes berperan strategis dalam memacu pertumbuhan industri di Indonesia dalam pemberdayaan UMKM melalui penguasan teknologi,” terangnya.

Hingga saat ini, sebanyak 1.730 pelaku IKM telah mengikuti workshop e-Smart IKM.

Sampai tahun 2019, Kemenperin menargetkan dapat mengajak hingga 10 ribu pelaku IKM seluruh Indonesia untuk mengikuti lokakarya tersebut.

Maka itu, melalui program Santripreneur, Kemenperin terus berupaya mendorong penumbuhan dan pengembangan wirausaha industri baru.

“Pondok pesantren diharapkan mampu mencetak entrepreneur berbakat yang tidak hanya bisa berdakwah kepada umat, namun juga menyejahterakan umat dalam menciptakan banyak lapangan pekerjaan,” jelas Gati.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, selama ini ponpes turut berperan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengingat sudah banyak yang mendirikan koperasi, mengembangkan berbagai unit usaha baik skala kecil maupun menengah, bahkan ada yang memiliki inkubator bisnis.

“Ini tentu anugerah dari Allah SWT yang harus kita syukuri bersama. Potensi kita sangatlah besar dengan ditopang oleh banyaknya kampus dan pesantren di Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara lain di dunia,” paparnya

Dengan perkembangan era digital saat ini, Menperin pun optimistis, para santri mampu menjadi agen perubahan yang strategis dalam membangun bangsa dan perekonomian Indonesia di masa mendatang.

“Untuk itu, santri kita harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, baik agama maupun wirausaha. Mereka yang mayoritas generasi milenial, juga perlu menguasai teknologi terkini,” imbuhnya.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018