“Beliau adalah pembela kaum minoritas sejati yang berani”
Jakarta (ANTARA News) - Generasi Muda Mathla`ul Anwar (GEMA MA) menyebut meninggalnya cendekiawan Muslim Dawam Rahardjo, sosok multidimensi, merupakan kehilangan besar bagi bangsa Indonesia.
Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan GEMA MA Destika Cahyana ketika dihubungi di Jakarta, Rabu malam, mengatakan Indonesia telah kehilangan Dawam Rahardjo sebagai sosok multidimensi yang layak menjadi panutan.
"Beliau adalah pembela kaum minoritas sejati yang berani," katanya.
Dawam Rahardjo menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Islam Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat pada Rabu malam sekitar pukul 21.55 WIB karena sakit.
Ekonom, budayawan, pengusaha, cendekiawan, aktivis LSM, pemikir Islam, sekaligus penafsir tersebut diketahui beberapa kali menjalani perawatan intensif di rumah sakit lantaran komplikasi penyakit yang dideritanya, mulai dari diabetes, gangguan jantung, dan stroke.
GEMA MA menyatakan duka cita yang mendalam atas kepergian Dawam Rahardjo dan menganggap meninggalnya Ketua Yayasan Elsaf (Lembaga Studi Agama dan Filsafat) itu sebagai kehilangan besar bagi bangsa Indonesia.
"Beliau adalah sosok yang selalu setia membela hak warga negara para pemeluk agama lokal dan agama yang dianggap sempalan. Bagi beliau memilih agama yang diyakini adalah hak privat yang harus dilindungi," kata Destika.
Baca juga: Cendikiawan muslim Dawam Rahardjo meninggal dunia
Baca juga: Jimly mengenang Dawam Rahardjo sebagai intelektual andal
Jenazah Dawam Rahardjo rencananya akan dikebumikan pada Kamis (31/5).
Semasa hidupnya, Dawam banyak menulis buku-buku baik tentang ekonomi maupun tentang agama Islam.
Ia merupakan salah satu sosok cendekiawan yang paling nyaring memperjuangkan dan membela komunitas Ahmadiyah yang selama ini dianggapnya banyak merasakan diskriminasi dan marginalisasi.
Saat mahasiswa, ia aktif di HMI bersama para pemimpin gerbong intelektual lainnya termasuk Nurcholis Madjid, Ahmad Wahib, dan Djohan Effendi.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018