Surabaya (ANTARA News) - Sekitar 500 warga korban luapan lumpur Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jatim, Rabu, akan diambil sumpahnya di Pendopo Kabupaten Sidoarjo, sebagai syarat verifikasi pembayaran uang muka ganti rugi sebesar 20 persen oleh PT Minarak Lapindo Jaya. Menurut rencana, pengambilan sumpah oleh sejumlah staf Kanwil Departemen Agama dari berbagai agama itu akan dilakukan terhadap 2.347 orang secara bertahap hingga 1 Agustus mendatang. Warga yang diambil sumpahnya berasal dari PerumTAS I, warga Desa Siring, Desa Renokenongo, Desa Kedung Bendo, Desa Jatirejo dan Desa Ketapang. Tampak hadir dalam acara sumpah itu antara lainya budayawan Emha Ainun Najib beserta isteri, Bupati Sidoarjo Wien Hendrarso, Kepala Badan Pelaksanaan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BP BPLS), Sunarso. Pengambilan sumpah itu merupakan langkah di luar mekanisme hukum untuk menjembatani kebuntuan perundingan antara PT Minarak Lapindo Jaya dan warga korban lumpur. PT Minarak Lapindo Jaya kukuh pada Perpres 14/2007 tentang BPLS bahwa acuan luasan bangunan yang diganti rugi adalah Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Jika tidak memiliki IMB, maka acuan alternatifnya adalah survei dari Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS). Sementara itu, seandainya tidak termasuk dalam dua ketagori di atas, maka luasan bangunannya mengacu pada kenyataan yang disahkan oleh Camat dan Kepala Desa masing-masing. Tetapi, alternatif-alternatif tersebut cukup rumit untuk diterapkan di lapangan, karena ada bangunan yang tidak memiliki IMB. Bahkan, pemilik rumah atau bangunan yang sudah direnovasi, meminta agar besarnya uang renovasi dihitung. Meski sebagian mengikuti sumpah, namun ada puluhan warga korban lumpur di Sidoarjo menolak untuk melakukan sumpah. Mereka mempertanyakan mengapa yang disumpah hanya warga saja, mestinya Lapindo juga disumpah untuk membayar ganti rugi. (*)
Copyright © ANTARA 2007