Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, Jusuf Kalla, menaruh keyakinan kepada DPR untuk dapat menyelesaikan pembahasan revisi undang-undang Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan.

“Saya yakin kalau DPR mau itu bisa, tiga bulan waktu yang cukup untuk menyelesaikan itu. Soal UU teroris saja dalam lima hari selesai, ini masih ada waktu tiga bulan untuk poin-poin itu disepakati bersama,” kata dia, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu.

Terkait pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, Kalla menilai hal itu wajar diatur mengingat pemimpin negara wajib dihormati seperti terjadi di negara-negara lain.

“Kalau mengkritik secara benar, itu tidak ada soal. Tapi kalau memang menghina, ya di mana-mana negara itu punya aturan seperti itu. Bagaimana pun suatu negara kalau presiden dan wakil presidennya tidak dihormati, ya salah,” katanya.

Sementara itu tentang pasal-pasal perzinahan dan LGBT, Kalla mengatakan, hal itu dapat diatur dengan keberadaan hakim dan jaksa untuk membatasi definisi kriminalisasi.

“Di situlah fungsi hakim dan jaksa, untuk membatasi mana kriminalisasi dan mana yang tidak. Dulu, kriminalisasi selalu ada hubungannya dengan sistem pemerintahan otoriter, dulu seenaknya saja masuk penjara; sekarang mana ada? Tidak ada,” jelasnya.

Sebelumnya, Ketua DPR, Bambang Soesatyo, berjanji lembaganya akan segera menyelesaikan RUU KUHP sebelum HUT Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus mendatang.

"Kami juga melaporkan RUU KUHP sedang berjalan. Kami targetkan untuk memberikan hadiah kepada bangsa ini di tepat HUT RI nanti kita selesaikan ini dengan baik," kata dia.

Terkait perdebatan tentang perzinahan, LGBT dan penghinaan presiden-wakil presiden,dia mengatakan hal itu sudah terdapat titik temu.

Dia mencontohkan dalam pasal menyangkut LGBT, sudah ada titik temu yaitu yang penting tidak ada diskriminasi.

"Di Indonesia tidak seperti di Singapura. Namun sejauh perbuatan itu dilakukan di rumah dan di dalam kamar tidak ada masalah. Namun saat direkam lalu disebarluaskan seperti video porno, baru ada pidananya," ujar dia.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018