Bogor (ANTARA News) - Direktur Sumberdaya Manusia (SDM) Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Kuky Permana menilai yang paling mengetahui secara rinci tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR (corporate social responsibility) adalah perusahaan itu sendiri, sehingga semestinya CSR tidak hanya dilihat dari perspektif nilai besaran uang. "CSR adalah bentuk dari kewajiban moral perusahaan, dan mestinya tidak harus diukur dari jumlah dan besaran nilai uang, karena di dalamnya ada nilai-nilai lain yang tidak bisa dikuantifikasi," katanya kepada pers disela-sela peresmian Sekolah Menengah Atas (SMA) Indocement oleh Bupati Bogor, Agus Utara Effendi di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), kemarin. Hal itu dikemukakan menanggapi pertanyaan soal kewajiban CSR yang tertuang dalam UU tentang perseroan terbatas (PT) yang baru disahkan DPR, khususnya kepada perusahaan yang bergerak di bidang sumberdaya alam (SDA). Menurut dia, bagi Indocement CSR yang sudah dilaksanakan di semua unit bisnisnya, baik di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cirebon di Jabar maupun di Tarjun, Kalimantan Selatan (Kalsel) selama ini telah berjalan dengan baik, dan terus akan dilaksanakan, baik sebelum lahirnya UU PT yang didalamnya mewajibkan CSR maupun sesudahnya. Pihaknya kurang merespons atas pewajiban CSR itu, karena menimbulkan ketidakjelasan. Ia memberi contoh bila CRS kemudian dikuantifikasi besarannya, padahal di sisi lain juga ada peraturan daerah (perda) lainnya yang sebenarnya mengatur seperti soal galian C, maka bisa terjadi tumpang-tindih. "Jadi, sekali lagi, yang mengetahui CSR secara riil itu adalah masing-masing perusahaan, yang sudah cukup lama berlangsung. Kalau toh suatu perusahaan tidak melaksanakan CSR dengan baik, tentu ada disharmoni pada lingkungan dan masyarakat sekitarnya," kata Kuky Permana. Menurut dia, dengan kenyataan seperti itu, maka tidak semestinya CSR yang selama ini dipahami perusahaan sebagai "kewajiban moral" itu kemudian dikuantifikasi karena akan ada kesulitan-kesulitan. Ia memberi contoh pengembangan dan budidaya tanaman jarak pagar yang kini sedang digagas pihaknya, bekerja sama dengan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB), yang bertujuan untuk mendapatkan energi alternatif non-fosil.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007