Sanur (ANTARA News) - Kol. Inf. Yayat Sudrajat, mantan Komandan Satuan Tugas Intelejen (SGI) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, membantah keras kalau pihaknya telah membagi-bagikan senjata api kepada kelompok milisi sebelum dan sesudah dilakukannya jajak pendapat di Timor Timur pada 1999.
"Tidak, kami tidak pernah melakukan itu. Kalau pernah, pasti ada catatannya, mengingat setiap pengeluaran logistik oleh TNI ada manivesnya," kata Yayat di Sanur, Denpasar, Selasa.
Di depan sidang Dengar Pendapat Terbuka (DPT) seputar masalah jajak pendapat di Timor Timur 1999 yang digelar Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste, Yayat juga membantah kalau pihaknya telah membagikan sejumlah dana kepada kelompok milisi pro-integrasi.
"'Boro-boro' buat dibagikan kepada orang lain, dana untuk kepentingan operasi yang ada saja jumlahnya sudah sangat pas-pasan," katanya menandaskan.
Yayat menyatakan hal itu menjawab pertanyaan anggota KKP yang menyebutkan bahwa pada dokumen yang ada terungkap bahwa pihak Kopassus selain telah menyerahkan sejumlah senjata api dan dana kepada kelompok milisi pro-integrasi Timtim ke dalam RI, juga ada oknum pasukan baret merah yang telah melakukan aksi pemerkosaan, bahkan pembunuhan.
Khusus untuk tindak pembunuhan, antara lain menimpa sejumnlah biara dan biarawati di Lautem, serta merenggut nyawa dua anggota CNRT di Los Palos pada Agustus 1999. Salah seorang pelakunya tercatat bernama Letnan Saeful Anwar.
Yayat yang saat menjabat Komandan SGI/Dansatgas Tribuana VIII masih berpangkat Letkol, menolak keras tuduhan itu, terlebih anggota yang dipimpinnya tidak ada yang bernama Letnan Saiful Anwar.
"Bapak dan ibu-ibu KKP, boleh cek arsip di Mabes TNI tentang penugasan saya selama kurang lebih tujuh bulan di Timtim, apakah ada anggota saya yang bernama Letnan Saiful Anwar. Tidak, tidak ada itu," katanya menegaskan.
Demikian juga tentang adanya tuduhan bahwa Komandan SGI telah menghimpun sejumlah nama dari kalangan pro-kemerdekaan Timtim yang harus dibunuh, Yayat secara tegas membantahnya.
"Tidak ada semua itu. Dan, kata-kata saya ini tidak bohong, sebab tadi saya sudah disumpah," ujar Yayat yang kini bertugas pada Badan Intelejen Strategis (BAIS) TNI.
Mengenai sejumlah konflik dan aksi kekerasan yang muncul sebelum dan sesudah jajak pendapat, Yayat menyebutkan, hal tersebut dilakukan antara kelompok yang pro-kemerdekaan dan pro-integrasi, tanpa adanya campur tangan apa pun dari kalangan TNI.
"Sesuai perintah atasan, unsur TNI justru hadir di wilayah itu untuk melakukan tugas pengamanan guna tercapainya kegiatan jajak pendapat, seperti yang diharapkan," ucapnya.
Sebanyak 16 anggota KKP hadir pada sidang DPT yang dipimpin Ketua Bersama KKP Indonesia-Timor Leste, Benjamin Mangkoedilaga dari pihak Indonesia dan Dionisio Babo Soares dari pihak Timor Leste. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007