Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengeluhkan soal-soal Ujian Nasional (UN) yang dinilai menguji apa yang tidak diajarkan kepada murid.
"UN menguji apa yang seharusnya diajarkan dan bukan apa yang sudah diajarkan," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud, Totok Suprayitno dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Dari hasil UN SMP, diketahui terjadi penurunan nilai rata-rata UN sebanyak dari 54,25 pada tahun 2017 ke 51,08 pada 2018. Penurunan terjadi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mengalami penurunan dari 64,32 menjadi 64. Kemudian Bahasa Inggris mengalami penurunan dari 50,19 menjadi 49,58.
Kemudian untuk mata pelajaran Matematika, dari 50,31 ke 43,32. Selanjutnya untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebanyak 52,18 ke 47,43.
"Untuk tahun ini, tingkat kesulitan memang ada perubahan. Soal yang mudah dinaikkan tingkat kesulitannya menjadi sedang. Sementara soal yang sulit, tidak dinaikkan."
Totok menjelaskan secara garis besar, kemampuan siswa rata-rata menengah ke bawah, atau dengan kata lain sebagian besar hanya mampu mengerjakan soal yang tingkat kesulitannya mudah ke bawah.
Hal tersebut karena proses pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
"Jadi, apa yang diajarkan itu tidak komplit," kata dia.
Baca juga: Kemdikbud : penurunan rata-rata UN SMP karena UNBK
Baca juga: Mendikbud : Nilai rata-rata UN SMP turun
Baca juga: Anggota DPR: tak perlu kembalikan UN syarat kelulusan
Sejauh ini, lanjut Totok, UN berstandar nasional diperlukan untuk memetakan mana kemampuan sekolah yang berada di atas dan mana yang sekolah yang kemampuannya di bawah rata-rata.
Selama ini pihak Kemdikbud mengaku sedikit informasi yang menjadi acuan untuk menuju standar rata-rata tersebut.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud, Hamid Muhammad, mengatakan proses pembelajaran di sekolah tidak seperti yang diharapkan, artinya apa yang diajarkan guru di sekolah tidak sinkron dengan apa yang seharusnya diajarkan.
"Untuk peningkatan mutu, kita fokus pada kompetensi guru dan fasilitas yang ada di sekolah," kata Hamid.
Hamid menambahkan perlu adanya perbaikan proses belajar yang dilakukan tidak bisa seragam. Pelatihan guru perlu mengakomodasi ragam kebutuhan tiap satuan pendidikan dan salah satunya berdasarkan hasil analisis UN.
"Pelatihan guru yang seragam tidak akan efektif memperbaiki permasalahan yang beragam di masing-masing sekolah," kata Hamid.
Hamid menjelaskan ke depan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dapat lebih optimal dalam merancang model dan melaksanakan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan.
Pewarta: Indriani
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018