"Sidang di MK pada Senin (28/5), pleno untuk dua perkara pengujian UU MD3, dengan agenda sidang adalah perbaikan permohonan," ujar juru bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Senin.
Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 37/PUU-XVI/2018 dan 39/PUU-XVI/2018 ini diajukan oleh Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) serta sejumlah perseorangan warga negara.
Sebelumnya pada sidang pendahuluan, para pemohon merasa mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal 73 ayat (3), Pasal 245, Pasal 122 huruf l, Pasal 180A, dan Pasal 427A huruf a UU MD3.
Pasal-pasal tersebut telah merugikan kepentingan hukum dan upaya serta usaha dari pemohon untuk melakukan pemantauan dan penyampaian aspirasi guna mewujudkan terlaksananya sistem demokratisasi dalam tatanan kehidupan bernegara.
Baca juga: UU MD3 digugat lagi
Baca juga: MK gelar sidang lanjutan uji UU MD3
Baca juga: DPR kembali absen sidang uji uu MD3
Baca juga: Presiden bahas tatib DPD di UU MD3 bersama pimpinan DPD
Selain itu pemanggilan paksa oleh anggota DPR yang diatur dalam pasal a quote juga dinilai para pemohon telah melawan Putusan MK dan membuat ketidaksamaan kedudukan warga negara di hadapan hukum.
Para pemohon berpendapat bahwa kewenangan MKD memproses orang yang dianggap merendahkan DPR atau anggota DPR, adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpikir dan berpendapat.
Sementara itu oemohon perkara 39/PUU-XVI/2018 berpendapat Pasal 180A dan Pasal 427A huruf a UU MD3 bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 22E ayat (2), Pasal 22E ayat (3), dan Pasal 23 UUD 1945.
Pemohon menyatakan memiliki hak konstitusional untuk memilih anggota DPR, DPD, maupun DPRD, sementara pasal-pasal a quote dinilainya bertentangan dengan rasa keadilan, kepastian hukum, dan persamaan di mata hukum.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018