Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan jasa inspeksi radiasi Malaysia, Asia Lab Sdn Bhd, ekspansi bisnis ke Indonesia bekerjasama dengan mitra lokalnya membidik industri minyak dan gas (migas), serta pertambangan dan rumah sakit. Asia Lab menggandeng mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Astra International Tbk, Palgunadi T. Setyawan, yang menjadi Preskom PT Asialab Indonesia. "Kami melihat tenaga ahli di bidang ini (radiasi) ada di Indonesia dan potensi pasarnya juga besar karena masalah pengawasan radiasi di Indonesia sudah diregulasi," kata CEO Asia Lab Sdn Bhd Jailani Mustafa, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, pihaknya membidik industri migas dan pertambangan dalam aktifitas produksinya mengeluarkan radiasi serta rumah sakit yang banyak menggunakan peralatan yang mengandung radiasi. Jailani melihat peluang besar pada sejumlah perusahaan migas dan pertambangan yang ada di Indonesia termasuk Pertamina, Exxonmobil Indonesia, bahkan juga pabrik pupuk. Menanggapi berapa dana yang harus diinvestasikan untuk memonitor dampak radiasi di sekitar daerah eksplorasi migas dan tambang, ia mengatakan biasanya pihaknya mengenakan biaya minimal sekitar 500 dolar AS per hari. Jailani mengatakan, sejak berdiri tahun 1985 di Malaysia, Asia Lab baru ekspansi bisnis di Malaysia dan Brunei Darussalam, baru kemudian ke Indonesia. Saat ini, kata dia, sekitar 200 perusahaan migas dan pertambahangan di Malaysia menjadi klien perusahaan tersebut seperti Shell, Petronas, Talisman Energy, Exxonmobil, Nippon Oil, Murphy Oil Corporation, Mitsubishi, Samsung, Hitachi, dan lain-lain. Preskom PT Asialab Indonesia, Palgunadi T. Setyawan, mengatakan jasa monitoring radiasi, merkuri, dan mikroba itu merupakan yang pertama di Indonesia. Namun, ia tidak bersedia menjelaskan berapa investasi dari kerjasama dengan perusahaan Malasysia itu, karena menurutnya investasinya lebih pada keahlian dibandingkan alat. "Tahun pertama ini kami lebih pada sosialisasi, membangun kesadaran pada perusahaan di Indonesia mengenai keselamatan dari bahaya radiasi dari penggunaan alat yang mengandung radiasi di rumah sakit, maupun eksplorasi migas dan pertambangan," katanya. Sementara itu, ahli radiasi yang digandeng menjadi Komisaris PT Asialab Indonesia, M. Ridwan, mengatakan bahwa radioaktif yang dikeluarkan peralatan rumah sakit merupakan pembunuh yang tidak terlihat dan bahayanya tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, namun dalam jangka panjang bisa dapat menyebabkan penyakit, seperti kanker Hanya saja, ia menambahkan, rumah-rumah sakit di Indonesia dinilai belum peduli dengan bahaya tersebut terutama bagi operator alatnya maupun pasien. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007