Jakarta (ANTARA News) - Pakar illmu hukum tata negara dan hukum administrasi negara Universitas Padjadjaran Bandung I Gde Pantja Astawa menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung harus batal demi hukum.
"Kalau audit investigatif BPK pada 25 Agustus 2017 tidak menaati asas asersi atau tanpa konfirmasi dari pihak terperiksa (auditee), maka melanggar norma hukum," kata Pantja, di Jakarta, Minggu.
Dari aturan hukum administrasi, Pantja mengatakan, kalau audit BPK pada 2017 melanggar aturan atau tanpa konfirmasi auditee maka tidak dapat menjerat dugaan kasus korupsi Syafruddin.
Syafruddin menyampaikan nota pembelaan terhadap dakwaan jaksa dengan mempersoalkan audit investigatif BPK pada 25 Agustus 2017 menyatakan ada kerugian negara.
Syafruddin menuturkan audit pada 2017 itu bertolak belakang dengan audit BPK pada 30 November 2006 menyimpulkan tidak ada kerugian negara.
Syafruddin menjelaskan audit BPK 2017 menyalahi Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 butir empat yang menyebutkan suatu laporan audit harus memiliki auditee atau pihak yang bertanggung jawab dan menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau hasil keterangan lisan/tertulis dari pihak yang diperiksa.
Syafruddin juga menganggap audit 2017 menyampaikan tentang batasan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara hanya sebatas mengungkap dan menghitung kerugian keuangan negara.
Kerugian keuangan negara itu timbul akibat penyimpangan oleh pihak terkait dalam proses penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada SN selaku pemegang saham BDNI pada tahun 2004, berdasarkan bukti yang diperoleh melalui penyidik KPK sampai dengan 25 Agustus 2017.
Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN periode 2002-2004 didakwa bersama-sama dengan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti, serta pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim merugikan keuangan negara.
Modusnya dengan cara menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) serta menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham, sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun.
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018