Ini adalah persoalan gawat yang sangat serius."

Kuala Lumpur/London (ANTARA News) - Perempuan buruh pabrik di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, yang mengerjakan pakaian bagi raksasa retail global Walmart berisiko tinggi menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, demikian laporan sejumlah lembaga pembela hak asasi manusia (HAM), Jumat (25/5).

Berdasarkan wawancara terhadap sekira 250 buruh di 60 pabrik pemasok Walmart yang tersebar di Indonesia, Bangladesh dan Kamboja, koalisi lembaga donor itu mengatakan bahwa para perempuan "secara sistemik mengalami kekerasan" dan ketakutan jika melaporkan atas tekanan yang mereka alami.

Koalisi yang sama melakukan investigasi selama lebih dari enam tahun sebagai bagian dari upaya untuk memaksa perusahaan-perusahaan Barat agar memperbaiki keamanan kerja dalam rantai pasokan mereka.

Walmat, jaringan retail yang mempunyai 11.000 toko di hampir 30 negara, mengaku tengah memeriksa temuan terbaru itu.

"Pengakuan para buruh ini sangat mengkhawatirkan, dan kami akan menyelidiki tudingan ini dengan seksama," kata seorang juru bicara Walmart, layaknya dikutip Reuters.

Temuan dari koalisi pembela HAM menunjukkan meluasnya praktik pelecehan seksual dan kekerasan fisik, seperti tamparan dan ancaman jika para buruh menolak pelecehan seksual dari atasan mereka.

"Ini adalah persoalan gawat yang sangat serius," kata Anannya Hattacharjee, dari lembaga Asia Floor Wage Alliance yang tergabung dalam koalisi.

Ia menimpali, "Yang dilihat banyak orang hanyalah mode pakaian yang murah dan menarik. Tidak ada yang tahu mengenai kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan di dalam rantai pasokan industri itu."

Koalisi yang terdiri dari lima lembaga tersebut membuat laporan 43 halaman bahwa insiden yang mereka catat hanyalah puncak dari gunung es, yakni baru di permukaan dan kuat dugaan lebih banyak kasus yang belum terkuak.

Dilaporkan pula bahwa stigma dari masyarakat dan risiko tindakan balasan membuat banyak perempuan memilih untuk diam.

"Persoalan semakin sulit karena perempuan tidak ingin melaporkan apa yang mereka alami. Bagaimana mereka bisa mengharap pertolongan dari serikat buruh, jika pemimpin serikat kebanyakan laki-laki?" kata Khun Taro dari lembaga Center for Alliance of Labour and Human Rights yang berkantor di Phnom Penh, Kamboja.

Ia menambahkan, "Tidak ada mekanisme hukum bagi mereka untuk melaporkan keluhan."

Bhattacharjee mengatakan bahwa Walmart dipilih menjadi objek penelitian karena melibatkan pemasok dari berbagai belahan dunia, dan perusahaan itu bisa sangat diharapkan mampu membentuk sebuah sistem yang efektif dalam menghapus praktik kekerasan terhadap buruh perempuan.

Pihak koalisi bahkan menuduh bahwa tekanan dan pelecehan yang dihadapi perempuan buruh dalam studi mereka sudah mendekati level kerja paksa.

Asia menyumbang setengah dari total 443 milyar dolar Amerika Serikat (AS) dalam ekspor pakaian global pada 2016. Indonesia, Bangladesh, Vietnam, India, Hong Kong, dan Kamboja menjadi pemain utama, demikian data dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Pewarta: -
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018