Seoul (ANTARA News) - Beberapa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Korea Selatan mengeluhkan sejumlah masalah yang mereka hadapi langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam acara pertemuan Presiden dan warga Indonesia. di Gedung KBRI, Seoul. Pertemuan ini dilakukan dalam rangkaian kunjungan kenegaraan Presiden Yudhoyono selama tiga hari di Republik Korea. Seorang TKI, Bambang Sutrisno yang berasal dari Ngawi, Jatim, mengatakan meski secara umum tidak banyak TKI yang bermasalah di Korea, namun TKI memerlukan sebuah lembaga atau perwakilan dari pemerintah Indonesia yang berfungsi menampung dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para TKI. "Setelah sistem PJTKI diganti dengan sistem G to G (Depnaker RI dengan Depnaker Korsel), tidak ada lagi badan yang bisa membantu TKI menyelesaikan masalahnya. Lembaga seperti itu sangat dibutuhkan, karena TKI terkendala soal bahasa dan kemampuan memahami UU Tenaga Kerja Korea," katanya, di hadapan Presiden dan rombongannya. Dikatakan Bambang, KBRI di Seoul pernah berencana untuk membentuk semacam lembaga perlindungan TKI, namun hingga kini belum terlaksana, sehingga ia meminta kepada Presiden agar segera merealisasikannya. Hal yang sama disampaikan Saeful Hadi, TKI yang bekerja di Taejon, yang menyarankan agar KBRI Korea menempatkan perwakilan pemerintah Indonesia di kantor Depnaker di Busan dan Taejon dan kota-kota lain yang banyak TKI. Mendengar keluhan ini, Presiden menjelaskan bahwa Pemerintah selalu berusaha untuk membantu kesulitan warganya, terutama para TKI di luar negeri, dan tidak pernah menganggap TKI sebagai warga negara kelas dua. "Jangan ada kesan Pemerintah tidak memperhatikan TKI. Sama sekali tidak. Apalagi menganggap TKI sebagai warga negara kelas dua," katanya. Presidan mengatakan dirinya selalu berusaha untuk membantu dan membela segala permasalahan yang dihadapi para TKI di luar negeri dan berusaha agar kebijakan pengiriman TKI selalu diperbaiki setiap saat. "Sebetulnya saya ini sudah pasang badan untuk para TKI, seperti harus membantu warga negara kita yang melanggar hukum, karena saya bertekad bila ada TKI yang kena hukuman, itu harus kita bela," katanya. Mengenai pendirian lembaga perlindungan TKI di Korea, Presiden meminta Dubes RI untuk Korea Selatan, Jakob Tobing, agar segera menindaklanjutinya, karena hal ini merupakan kebutuhan penting para TKI. Jakob menjelaskan bahwa rencana pembentukan itu memang sudah dalam proses penyelesaian, namun masih terkendala persoalan ketenagakerjaan di Korea Selatan. Para TKI juga mengeluhkan lambatnya pengiriman TKI dari Indonesia ke Korea Selatan, akibat terkendala berbagai hal, seperti pengurusan visa, paspor dan ijin tenaga kerja. Padahal menurut Bambang, tenaga kerja Indonesia sangat diminati perusahaan Korea, karena dinilai rajin, cerdas, suka bekerja keras, sopan dan tidak neko-neko. "Sayang sekali minat perusahaan Korea yang tinggi itu tidak diikuti proses pengiriman TKI yang cepat oleh Depnaker," katanya. Saeful Hadi bahkan mensinyalir lambatnya pengiriman TKI itu karena adanya `broker-broker` baru yang muncul di Depnaker setelah PJTKI ditutup. Mengenai hal ini, Presiden meminta agar Sekretaris Kabinet segera membahasnya dengan Menaker segera setelah kembali ke Indonesia agar persoalan ini cepat diselesaikan. Saeful juga menyarankan agar pemerintah melalui KBRI membantu untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada para TKI yang masa kerjanya habis dan akan kembali ke Tanah Air. "Selama ini TKI hanya makan, tidur dan kerja itu saja, sehingga setelah mereka akan kembali ke tanah air mereka tidak bisa berbuat apa dan uang yang mereka dapatkan habis begitu saja. Jika ada pelatihan-pelatihan seperti wirausaha, mungkin mereka tidak akan kembali ke Korea," katanya. Presiden menyatakan usulan itu akan ditindaklanjuti, sehingga para TKI juga punya kemampuan untuk berwirausaha dan bisa bekerja di negerinya sendiri. Dalam kesempatan itu, Presiden menyatakan rasa bangganya terhadap para TKI yang telah berlaku baik di negeri orang, sehingga bisa menjaga nama baik bangsa dan negara. "Saya bangga melihat warga kita yang berperilaku baik, namun saya juga prihatin kalau ada yang berperilaku sebaliknya, karena TKI adalah duta bangsa yang harus menjadi warga negara yang baik agar nama negara juga baik," katanya. Sekitar 100 warga negara Indonesia hadir dalam kesempatan berdialog dengan Presiden itu dan kebanyakan adalah TKI. Jakob Tobing menjelaskan jumlah warga negara Indonesia di Korea Selatan mencapai 30.000 orang dan 7.000 orang bekerja di daerah industri Pusan. Selasa sore ini, Presiden akan melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Korea Selatan,Roh Moo-hyun, dan akan membicarakan peningkatan kerjasama antar kedua negara di berbagai bidang. (*)
Copyright © ANTARA 2007