Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Senin, menyatakan pada dasarnya dalam pandangan politik dan intelijen tidak ada negara sahabat, kecuali kesamaan kepentingan antarnegara. Tjahjo Kumolo mengatakan hal itu sehubungan dengan upaya Singapura untuk mengutus Menteri Mentor-nya, Lee Kwan Yew, ke Indonesia yang tampaknya untuk mendesak Pemerintah Indonesia agar segera menandatangani kerja sama pertahanan dan perjanjian ekstradisi. "Meskipun negara tetangga, serumpun atau seumat, jika kepentingan berbeda, jelas mereka bukan sahabat. Artinya, setiap negara (lain), adalah calon lawan kita, derajatnya saja yang menentukan urutannya," kata Tjahjo Kumolo. Tjahjo Kumolo lalu mengulas cuplikan dialog diplomasi antara Jenderal Benny Moerdani (alm) dengan Jenderal Winston Choo dari Singapura. "Bahwa, kalau Singapura ingin memiliki Batam, Indonesia setuju asal Singapura diserahkan ke Indonesia. Maknanya ini sangat dalam. Yaitu, bahwa kedaulatan tak dapat ditukar dengan apa pun, kecuali kalah perang," kata Tjahjo Kumolo dalam nada tinggi. Bagi Tjahjo Kumolo yang berbicara atas nama fraksinya, perjanjian antara dua negara sebetulnya merupakan `the first real war`. "Artinya, siapa yang kuat akan menekan yang lemah. 'Deffence Cooperation Agreement' (DCA) sesungguhnya harus didasarkan kepada musuh bersama," katanya mengingatkan lagi. Tjahjo Kumolo menyatakan jangan pernah berpikir, negara lain memberikan semua ilmunya kepada Indonesia. "Jangan pernah berpikir bahwa mereka menganggap kita bersahabat dan jangan pernah berpikir pula bahwa mereka tidak ingin menaklukkan kita. Simak dan pahamilah dialog diplomasi tokoh kita Jenderal Benny Moerdani menanggapi pimpinan angkatan bersenjata Singapura di atas," katanya. Keberanian Singapura kini bermain-main api dengan urusan militer, menurut Tjahjo Kumolo, jangan dianggap sepele. "Secara geo strategi dan geopolitik, ada peranan Amerika Serikat di sini. Mereka bekerja maksimal di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Sebentar lagi kita akan melihat Indonesia morat-marit," katanya mengingatkan lagi. Karena itu, lanjut Tjahjo Kumolo, selama seluruh potensi bangsa ini tidak bersatu dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 (yang belum diamendemen), Indonesia tak akan mampu melepaskan diri dari penjajahan liberalisme, kapitalisme dan neo-kolonialisme yang merupakan kekuatan internasional itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007