Ramallah, Tepi Barat (ANTARA News) - Seorang remaja lelaki Palestina yang berusia 15 tahun, yang ditembak oleh pasukan Israel selama bentrokan di sebelah utara Kota Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, meninggal akibat lukanya pada Rabu (23/5), kata sumber medis.
Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan di dalam pesan teks singkat bahwa O`dai Abu Khalil meninggal di Kompleks Medis Palestina di Ramallah akibat luka tembak di perutnya, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi.
Remaja lelaki itu ditembak dalam bentrokan dengan tentara Israel di gerbang Kota Kecil Bireh di sebelah utara Ramallah pada 15 Mei, kata Kementerian Kesehatan tersebut.
Pada 15 Mei, ribuan orang Palestina menggelar protes untuk memperingati 70 tahun "Hari Nakba, atau Hari Bencana" --yang memperingati pengungsian sebanyak 750.000 orang Palestina dari tanah air mereka selama Perang Arab-Israel pada 1948.
Sebanyak 60 orang Palestina tewas dalam bentrokan dengan tentara Israel di sepanjang perbatasan Jalur Gaza pada 15 Mei.
Pada Kamis (17/5) koordinator kemanusiaan PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina menyerukan dukungan mendesak guna memenuhi keperluan rakyat Palestina yang menjadi korban kerusuhan di Jalur Gaza.
"Situasi di Jalur Gaza meluluh-lantakkan dan krisis ini jauh dari berakhir," kata Jamie McGoldrick di dalam satu pernyataan. Ia merujuk kepada bentrokan antara rakyat Palestina dan pasukan keamanan Israel di dekat pagar perbatasan di Jalur Gaza.
"Buat setiap orang yang tewas dan cedera pekan ini dan mereka sebelumnya, ada keluarga dan jaringan teman yang terpengaruh," katanya. "Buat banyak orang, terutama mereka yang kehilangan orang yang mereka cintai, yang sekarang akan menderita cacat permanen atau yang akan memerlukan perawatan intensif, dampak dari kerusuhan baru-baru ini akan dirasakan selam berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun ke depan."
Dalam konteks itu, reaksi kemanusiaan di Jalur Gaza dipusatkan pada penyediaan perawatan kesehatan penyelamat nyawa, dukungan kesehatan mental dan psiko-sosial buat orang yang terpengaruh, terutama anak kecil, dan pemantauan, pengabsahan serta pendokumentasian pelanggaran perlindungan yang mungkin dilakukan, kata McGoldrick.
Kebutuhan baru tersebut adalah tambahan bagi bencana hak asasi manusia dan kemanusiaan akibat hampir 11 tahun blokade Israel atas Jalur Gaza, selain perpecahan politik internal Palestina dan krisis energi kronis yang membuat dua juta warga Jalur Gaza menghadapi pemadaman listrik rata-rata sampai 22 jam per hari, dan gangguan parah penyediaan layanan dasar, katanya.
Baca juga: Israel sengaja tembak wartawan di Gaza
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018