Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya usai menandatangani nota kesepahaman di Jakarta, Rabu, mengatakan kerja sama dua instansi ini diharapkan dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh hakim dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dan kehutanan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan.
"Kita kan banyak sekali kasus-kasus (lingkungan hidup dan kehutanan) yang sedang ditangani, kita laporkan ke KY bahwa kita sedang proses apa saja dan memohon agar ada pemantauan. Ada yang sudah P21 perkara perdatanya dan lain-lain. Memang sih terus terang yang pidana bukan yang didahulukan, tapi harus disadari kesalahan-kesalahan dan kejahatan itu ada unsur pidananya juga," kata Siti.
Menurut dia, yang berat proses hukumnya ada di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait keluhan-keluhan terhadap regulasi peraturan perundangan.
"Itu kita kawal betul sebab kan harus dipahami betul kenapa ada aturan itu. Jadi harus dipastikan tidak ada keberpihakan secara tidak pas dalam proses peradilan," ujarnya
Lebih lanjut ia mengatakan, kerja sama ini spesifik untuk penyelesaian dokumen perkara, dan proses perkara sampai ke pengadilan. Sedangkan untuk eksekusi hasil peradilan lebih banyak dilakukan Pengadilan Negeri (PN), dan KLHK sering berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung.
Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari mengatakan penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan formalisasi dari proses konsultasi bersama yang sudah lama dilakukan KY dan KLHK.
Dirinya mencontohkan kasus-kasus terkait PT Kalista Alam di Aceh dan gugatan PT RAPP terkait pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) serta beberapa kasus lingkungan dan kehutanan yang memang sudah lama diperiksa.
Ia menuturkan, untuk membuatnya lebih efektif, kedua instansi menuangkannya dalam bentuk nota kesepahaman kerja sama. Cakupannya tidak hanya untuk urusan pemantauan maupun pemeriksaan, tetapi juga lebih luas termasuk peningkatan kapasitas hakim, ujar dia.
"Saya berharap bisa sampai ke situ. Karena hakim di Indonesia sangat sedikit sekali saya rasa yang punya sertifikasi lingkungan hidup. Beberapa pengadilan tidak punya malah, padahal dia menghadapi kasus-kasus lingkungan hidup yang cukup besar," lanjutnya.
Dirinya berharap kerja sama ini juga bisa mendorong peningkatan kapasitas hakim, selain terkait kode etik juga yang bersifat tematik seperti lingkungan hidup. Penetapan hakim untuk menangani suatu kasus juga KY diawasi, sehingga prosesnya tidak sewenang-senang atau ada unsur lain di luar kepentingan hukum.
"kita melihat hakim itu harus independen. Dan godaan terbesar, kita tahu datang dari korporasi sebenarnya. Saya yakin kalau dari lingkungan Pemerintah tetap menjaga independensi, tapi kemungkinan hakim berpihak entah itu di ruang pengadilan atau ada unsur lain misalnya suap itu jadi perhatian kita, karena yang dihadapi di korporasi ini ada kapital yang besar yang sangat mempengaruhi independensi," lanjutnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengatakan nota kesepahaman yang baru ditandatangani ini memiliki arti yang sangat penting bagi KLHK mengingat beberapa kasus besar telah menanti di depan mata.
Mulai dari penyelesaian putusan-putusan perdata yang telah memiliki kekuatan hukum tetap namun terkendala dalam proses eksekusinya, penanganan perkara tindak pidana kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan yang telah memasuki tahap persidangan, hingga sengketa tata usaha negara terkait penegakan hukum administrasi.
"Nota kesepahaman bersama ini menurut hemat kami akan menjadi ruang besar diimplementasikannya. Tidak terbatas hanya pada pemantauan peradilan bersama, implementasi kerja sama ini juga dapat dilakukan dalam bentuk dukungan tenaga ahli, sosialisasi dan kampanye, serta berbagai kegiatan lain yang dapat memperkuat pelaksanaan tugas masing-masing pihak," ujar Dirjen yang akrab disapa Roy.
Pewarta: Virna Puspa Setyorini
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018