... sudah menemukan alternatif-alternatif pengembangan, baik kalau itu ada di dalam batang tubuh (UU) maupun ketika di tempatkan di penjelasan (UU)...
Jakarta (ANTARA News) - Panitia Khusus DPR untuk revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan pemerintah telah menemukan alternatif solusi terkait perdebatan frasa "motif politik (terorisme)", apakah dimasukkan dalam batang tubuh atau penjelasan umum RUU itu.
Di dalam penyusunan UU atau revisi UU, DPR dan pemerintah juga harus mengacu pada UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mengatur sistematika, mekanisme penyusunan, dan hal-hal lain tentang undang-undang.
Di dalam semua UU di Indonesia, definisi umum setiap pokok bahasan dan pengertian umum ada pada Bab I Ketentuan Umum yang tidak menyentuh aspek di luar itu, yang di antaranya kemudian dibahas dalam batang tubuh UU.
"Kami sudah menemukan alternatif-alternatif pengembangan, baik kalau itu ada di dalam batang tubuh (UU) maupun ketika di tempatkan di penjelasan (UU)," kata anggota Pansus Antiterorisme, Arsul Sani, di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, kalau frasa "motif politik" (terorisme) ditempatkan di batang tubuh UU Nomor 15/2003, maka yang dilihat kemudian dari hasil kerja panitia kerja pemerintah dan tim ahli DPR tetap dengan semangat tidak membatasi dan mempersulit proses-proses penegakan hukum oleh para penegak hukum.
Namun bagaimana rumusannya, menurut dia, tidak etis diungkapkan kepada pers karena harus dibahas terlebih dahulu dan panitia khusus yakin bahwa pada akhirnya semua akan ada titik temu akan disepekati secara musyawarah mufakat bukan melalui pemungutan suara.
"Ini rumusan-rumusan alternatifnya sudah ada namun kami akan bahas dulu dalam rapat Tim Perumus hari ini," ujarnya.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham, Enny Nurbaningsih, mengatakan, mereka telah berkonsolidasi untuk menentukan apakah frasa tujuan politik dalam definisi terorisme lebih baik masuk dalam batang tubuh atau penjelasan.
Dia menjelaskan bahwa untuk sementara ini pemerintah masih dengan sikap awal agar frasa "tujuan politik" (terorisme) dimasukkan dalam penjelasan umum definisi terorisme.
"Itu yang perlu kami diskusikan ke dalam, letaknya dimana apakah harus di dalam definisi atau kemudian kalau kami pemerintah pada tahap awal menghendaki ini ada di dalam penjelasan umum saja," ujarnya.
Ia menegaskan, kesepakatan pemerintah yang sudah ditandatangani semua unsur yang ada dalam pemerintahan merumuskannya terkait dengan frasa itu masuk ke dalam penjelasan umum.
Ia menjelaskan, apabila frasa itu masuk dalam batang tubuh maka memerlukan penuntutan dalam unsur deliknya dan masalahnya, aparat penegak hukum dikhawatirkan kesulitan membuktikan suatu aksi terorisme mengarah pada tujuan politik tertentu.
"Itu yang perlu kemudian dikaji secara lebih cermat karena yang dikhawatirkan kalau kemudian itu masuk di batang tubuh apakah memerlukan tuntutan terkait dengan unsur deliknya. Kalau kemudian dia tidak memerlukan tuntutan itu tidak ada masalah sebetulnya," katanya.
Dia menilai apabila frasa itu masuk ke dalam batang tubuh justru akan membatasi ruang gerak seluruh aparat penegak hukum, di antaranya Kepolisian Indonesia dan Kejaksaan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018