Sanur (ANTARA News) - Pimpinan Dewan Perlawanan Nasional Timor Leste (CNRT) mengungkapkan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan aksi kekerasan di Timor Timur baik sebelum maupun sesudah dilakukannya jajak pendapat 1999. "Sesuai instruksi pimpinan tertinggi CNRT, Xanana Gusmao yang saat itu mendekam di sebuah Rutan di Jakarta, menekankan bahwa anggota di lapangan tidak melakukan perjuangan dengan aksi kekerasan," kata Wakil Ketua CNRT David Ximenes, di Sanur Denpasar, Senin. Di depan sidang Dengar Pendapat Terbuka (DPT) seputar masalah jajak pendapat di Timor Timur 1999 yang digelar Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste, David menjelaskan, Xanana hanya meminta anggotanya di Timtim untuk lari dan bersembunyi saja dalam menyikapi persoalan "keras" yang muncul pada seputar jajak pendapat. Berdasarkan instruksi seperti itu, David yang kini menjabat Menteri Negara Urusan Veteran Timor Leste menyebutkan, pihaknya sangat menaati perintah dari atasannya tersebut. Namun celakanya, lanjut dia, ternyata gerakan lari dan bersembunyi saja tidak cukup dalam menghadapi aksi bersenjata yang muncul pada seputar jajak pendapat. "Lari saja kita sudah tidak bisa lagi, karena di mana-mana telah dikurung oleh pasukan TNI dan Polri," ucapnya menandaskan. Berbeda dengan David, Kol Inf Asep Kuswani, mantan Dandim 1638/Liquica, menyebutkan, aksi kekerasan telah dilakukan anggota CNRT jauh sebelum digelarnya jajak pendapat pada Agustus 1999. "Jauh sebelum itu CNRT telah melakukan aksi penculikan, pembunuhan, penganiayaan, perusakan dan pembakaran rumah-rumah penduduk serta fasilitas lainnya," kata Asep yang saat menjabat Dandim masih perpangkat Letkol. Asep yang kini menjadi dosen di Seskoad Bandung mengungkapkan, saking gencarnya aksi kekerasan yang dilakukan CNRT di pelosok-pelosok daerah di Liquica, tidak sedikit telah membuat warga Timtim untuk eksodus ke daerah lain. Di depan sidang DPT KKP, Asep sempat memperlihatkan sejumlah foto tentang aksi kekejaman yang telah dilakukan CNRT, antara lain gambar seorang ibu yang sedang hamil dan menggendong anak kecil, tewas dalam satu tikaman senjata tajam yang menembus tubuh kedua korban. Asep yang hanya menyampaikan data dan foto korban dari warga yang pro-integrasi Timtim ke dalam RI, sempat dipertanyakan oleh anggota KKP tentang tidak adanya data korban dari pihak yang pro-kemerdekaan. Mantan Dandim itu menjelaskan, semua data baik berupa catatan dan gambar, berhasil dihimpun, semuanya atas dasar laporan dari masyarakat. "Itu masyarakat yang melapor, sementara korban dari warga pro-kemerdekaan tidak ada yang melaporkan, bagaimana bisa kami catat," ujar Asep disambut tawa kecil hadirin. Pada akhir keterangannya, Asep mengaku tidak ingin mengungkit-ungkit masa lalu, namun hal tersebut perlu disampaikan sebagai fakta kebenaran di depan sidang KKP. Sebanyak 16 anggota KKP hadir pada sidang DPT yang dipimpin Ketua Bersama KKP Indonesia-Timor Leste, Benjamin Mangkoedilaga dan Dionisio Babo Soares.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007