"Dunia maya lebih rumit karena mereka bermain pada wilayah doktrin dan pikiran. Kita punya dua metode, secara face to face dan melalui dunia maya," jelas mantan Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen Agus Surya Bakti di Makassar, Senin.
Ia mengungkapkan, selama dirinya mengabdi di BNPT tepatnya di Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Periode 2011-2015, banyak hal dilakukannya.
Agus mengaku jika konsep pencegahan yang ia lakukan selama di BNPT dikenal dengan sebutan "Pencegahan Semesta", di mana keterlibatan seluruh elemen masyarakat menjadi kekuatan utamanya.
Menurut dia, pelibatan semua pihak dalam memerangi terorisme di Indonesia harus dilakukan secara cerdas atau smart dengan melibatkan semua unsur didalamnya.
Beberapa unsur yang dimaksudkannya, mulai dari polisi, dimana polisi akan lebih banyak membahas mengenai masalah hukumnya, kemudian pemerintah, ulama dan masyarakat pada umumnya.
"Para teroris ini berbeda-beda metodologinya dari sejak tujuh tahun lalu hingga sekarang. Teroris punya empat pola tahapan radikal yang dianut mulai dari pra radikalisasi, indentifikasi diri, indoktrinasi dan aksi teror," katanya.
Saat menjadi pembicara dalam diskusi yang diadakan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel, dia menekanan penggunaan metode soft approach yang mengangkat nilai-nilai tradisi dan budaya Nusantara.
Di sisi lain, masyarakat umum yang belum terkena pengaruh paham teror juga didekati dan dirangkul untuk bersama-sama mencegah terorisme sebagaimana slogan utama BNPT, yakni; "Bersama Cegah Terorisme".
"Penanganan terorisme itu tidak bisa kita lakukan sendiri, tetapi harus ada pelibatan dari semua pihak khususnya masyarakat karena terorisme adalah tindakan kejahatan luar biasa," jelasnya.
Baca juga: Cegah radikalisme mulai dari keluarga
Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018