Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni meminta Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) menjadi momentum menjaga persatuan dan perdamaian di Indonesia, oleh karenanya, Polri sebagai aparat penegak hukum dibantu TNI bersatu menumpaskan terorisme yang dapat mendestruksi persatuan dan mengancam stabilitas nasional.
Polri dibantu TNI, kata Sahroni, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, memang memiliki tugas berat menghancurkan terorisme di Indonesia hingga ke sel terkecil.
Terlebih, lanjut dia, beban itu semakin meningkat, mengingat potensi gangguan keamanan di tahun politik hingga pelaksanaan Pemilu serentak di tahun 2019. Namun, dirinya yakin Polri sebagai pengemban penjaga keamanan negara dibantu TNI akan mampu menanganinya.
"Tugas berat memang disandang Polri dan TNI. Tapi saya yakin Polri dan TNI mampu mengamankan Indonesia jelang Pilkada serentak. Polri di bawah pimpinan Jenderal Tito Karnavian tentunya paham mengenai terorisme hingga ke sel terkecil, terbukti dengan rentetan penangkapan terduga teroris saat ini," kata politikus NasDem ini.
Lebih jauh Sahroni mengingatkan ditetapkannya Hari Kebangkitan Nasional oleh Presiden Soekarno karena menganggap kelahiran Budi Utomo yang didirikan oleh para pelajar di School Tot Opleiding Van Inlands Artsen (STOVIA) di tahun 1908 sebagai simbol bangsa Indonesia mulai bangkit untuk melawan penjajahan.
Ia menekankan dengan semangat Harkitnas, pemuda zaman `now` harus mampu berjuang mempertahankan kemerdekaan dari upaya terorisme yang bertujuan menghancurkan negara.
"Pemuda zaman `now` harus bersama-sama membantu pemerintah menjaga kemerdekaan Indonesia. Bukan dengan mengangkat senjata memerangi penjajah, tapi melawan terorisme yang dapat merusak fundamental dan ideologi hingga mengganggu stabilitas nasional," kata Sahroni.
Bersama pemerintah melalui Polri, TNI dan semua unsur lain, pemuda zaman `now` harus berperan aktif melawan terorisme. Informasikan bila ada yang mencurigakan di lingkungannya, tuturnya.
Sahroni menambahkan Harkitnas juga harus menjadi momen menghormati keberagaman. Pada masa lalu semua warga negara Indonesia berhasil melawan penjajah dengan bersatu tanpa membedakan etnis ataupun agama.
"Dulu kita semua bersatu, agama apapun atau suku apapun di tanah pertiwi melawan penjajah. Tugas kita sekarang menjaga persatuan itu. Jangan mau dipecah belah dengan berlatarbelakang SARA," tegasnya.
Menurut dia, perang saat ini bukan lagi dengan senjata tapi melalui teknologi, termasuk penggunaan media sosial sebagai alat untuk memecah belah melalui informasi bohong. "Penyebaran hoaks itu ibarat `devide et impera` atau upaya memecah belah kita. Jangan mudah percaya dengan hoaks yang disebarkan melalui media sosial," kata Sahroni.
Oleh karena itu, dirinya mengimbau sebagai negara hukum, maka masyarakat harus mempercayai aparat kepolisian sebagai penegak hukum. "Masyarakat jangan melakukan aksi main hakim sendiri terlebih dalam kasus yang melibatkan unsur SARA," ucapnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018