Shaoxing (ANTARA News) - Membangun bukan berarti harus menghancurkan bangunan lama. Prinsip itu dipegang betul oleh Pemerintah Kota Shaoxing di Propinsi Zhejinang, China dalam melestarikan peninggalan sejarah, di tengah gempuran pembangunan fasilitas modern.
Kota Shaoxing, sekitar 230 km di selatan Shanghai, adalah kota dengan peradaban 2.500 tahun dan memainkan peran penting dalam kehidupan politik, ekonomi dan budaya China.
Pembangunan pesat membuat kota tersebut sempat kehilangan daya tarik sejarah, sebelum Proyek Lingkungan Propinsi Zhejiang yang didukung Bank Dunia mulai mengatasi masalah tersebut pada 2004.
Rumah warga di pinggir kanal misalnya, yang dibangun pada zaman Dinasti Ming (1368-1644) direnovasi tanpa mengubah bentuk aslinya. Pinggiran kanal sepanjang 20 km dirapikan sehingga air mengalir dengan lancar dan lebih bersih.
Sebanyak 26.000 warga yang tinggal di sepanjang bantaran kanal di pusat kota tersebut pun menikmati peningkatan kualitas lingkungan berkat proyek itu, tanpa harus kena gusur.
Proyek Pembangunan Lingkungan Zhejiang itu memang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air dan meningkatkan layanan terhadap kaum urban, termasuk rehabilitasi kanal, danau, dan jalan di Kota Shaoxing.
Bagi Kota Shaoxing, salah satu kota di China yang terkenal dengan peninggalan sejarah dan budaya, proyek tersebut mengintegrasikan konservasi peninggalan budaya dalam pembangunan perkotaan.
Konsep tersebut mencoba membalikkan pemikiran konvensional bahwa pembangunan baru berarti menghancurkan yang lama.
Melalui proyek tersebut, rumah-rumah dengan arsitektur kuno diperbaiki dengan tetap mempertahankan karakter sebagai kota tua dan sekaligus meningkatkan infrastruktur dasar dan standar kehidupan penghuninya.
Hasilnya, warga di komplek kota tua tersebut bisa berselancar di dunia maya untuk mengakses berita dari luar negeri dan bercakap-cakap dengan keluarga mereka melalui internet.
Seiring dengan semakin meningkatkan infrastruktur jalan, toko-toko, restoran dan kafe pun banyak bermunculan di sepanjang jalan dan di tepi kanal. Secara perlahan, turis mulai tertarik untuk berkunjung sehingga kondisi ekonomi warga semakin membaik.
Setiap tahun, Kota Shaoxing yang mempunyai banyak peninggalan budaya menarik jutaan turis. Sekitar sepuluh persen dari warga yang tinggal di komplek kota tua itu menggantungkan hidup dari turis dengan menjual suvenir, makanan, penginapan dan kegiatan sebagai pemandu wisata.
Chen Jing, yang menjual anggur kuning di kota tua, seperti yang dikutip laman Bank Dunia mengakui, usahanya berkembang pesat sejak komplek perumahannya direnovasi dan diperbaiki.
"Jalanan akan menjadi lebih menarik ketika banyak yang menjual produk tradisional China," katanya.
Venezia dari Timur
Pemimpin China Mao Zedong pernah menulis puisi yang berisi pujian terhadap keindahan Shaoxing yang disebut sebagai "tanah kaum berbakat" karena banyak pesohor yang berasal dari kota itu.
Zhou Enlai, perdana menteri pertama Republik Rakyat China, Lu You (pujangga besar), Xu Wei (pelukis, penyair dan seniman kaligrafi), adalah sederet nama-nama besar yang mengharumkan nama Shaoxing.
Ada banyak julukan yang disandang oleh Shaoxing sebagai bentuk kekaguman, diantaranya "Museum Tanpa Dinding," karena banyaknya relif-relif peninggalan sejarah ribuan tahun, "Tanah Selebriti" karena asal banyak tokoh besar, dan "Vezenia dari Timur" berkat kanal-kanal yang menjadi sarana transportasi masyarakat.
Terletak di selatan Delta Sungai Yangtze, Kota Shaoxin bertetangga dengan Kota Ningbo dan Hangzhou, memiliki luas 8.256 km2 dengan populasi sekitar 4,5 juta jiwa.
Sebagai perbandingan, DKI Jakarta dengan populasi sekitar 10 juta jiwa, hanya memiliki luas 661,5 km?, atau sepuluh kali lebih kecil.
Salah satu atraksi paling menarik turis bukan hanya peninggalan sejarah dan budaya yang dimiliki, tapi juga kehidupan masyarakat di sekitar kanal yang mirip di Kota Venezia, Italia.
Ketika malam tiba perlahan, turis bisa menyusuri kota dengan kano, menikmati kehidupan di pinggir kanal, jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota besar.
Pengunjung bisa menjelajahi kanal dengan kano atau perahu khusus wisata selama 30 menit, melewati jembatan batu berbentuk bulat, restoran dan kafe yang dipenuhi pengunjung. Hampir semua restoran dan cafe berhiaskan lampion kertas berwarna merah yang digantung di pinggir kanal.
Sebagai kota dengan sejarah yang panjang dan kaya, Shaoxing memiliki banyak pilihan untuk berbelanja barang-barang antik seperti koin kuno, perangko langka, kaligrafi, lukisan, atau sekedar menikmati jajanan kuliner di sepanjang jalan yang berhias lampu warna warni pada malam hari.
Shaoxing tidak hanya kanal dan bangunan kuno yang menarik untuk disusuri dengan perahu, tapi juga dikenal sebagai penghasil anggur kuning yang terbuat dari fermentasi beras.
Melalui ketrampilan tradisional secara turun temurun selama berabad-abad, anggur Shaoxing dianggap sebagai "raja anggur China" dan menjadi menu sehari-hari masyarakat.
Secara geografis, Shaoxing berada di pantai tenggara China dan di bagian selatan Delta Sungai Yangtze, berbatasan dengan Kota Hangzhou di barat, Ningbo di timur dan Teluk Hangzhou di utara.
Hanya diperlukan 40 menit berkendaraan dari pusat kota Shaoxing ke bandara internasional Hangzhou dan 90 menit naik kereta api cepat ke Shanghai, atau enam jam ke Ibukota Beijing.
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018