New York (ANTARA News) - Dewan Keamanan PBB, yang beranggotakan 15 negara termasuk Indonesia, gagal melaksanakan pemungutan suara dalam kerangka penentuan status Kosovo setelah Rusia secara terang-terangan menyatakan akan menggunakan hak veto (menolak) rancangan resolusi. Terhadap rancangan resolusi (ranres) tentang Kosovo, sebelumnya posisi Indonesia cenderung menyetujui rancangan namun dengan embel-embel berbagai persyaratan, demikian laporan ANTARA News New York, Sabtu. Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, yang menggagas rancangan resolusi soal Kosovo, akhirnya menyerah setelah dalam sidang Dewan Keamanan yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Jumat, Rusia menyatakan tidak akan memilih `setuju` ataupun `abstain` terhadap ranres tersebut. "Kami menyesalkan resolusi tersebut tidak mungkin bisa dibawa ke Dewan Keamanan. Karena itu kami akan menunda pembahasan resolusi tersebut," kata Wakil Tetap Perancis untuk Perancis, Jean-Marc de la Sabliere yang mewakili penggagas (sponsor), yaitu AS, Inggris, Belgia, Italia, Jerman dan Perancis. Rancangan resolusi intinya mengatur penyelesaian masa depan Kosovo dengan mengarah ke kemerdekaan, seperti yang diusulkan oleh utusan khusus Sekjen PBB untuk masalah Kosovo, Martti Athisaari. Dengan gagalnya pemungutan suara terhadap ranres Dewan Keamanan soal Kosovo tersebut, maka pihak sponsor akhirnya mengembalikan isu tersebut untuk dibahas di luar DK-PBB, yaitu Kelompok Kontak --Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Rusia dan Amerika Serikat. Juru runding Indonesia di Dewan Keamanan, Duta Besar Hasan Kleib mengakui bahwa posisi Indonesia terhadap rancangan resolusi yang telah mengalami empat kali perubahan itu memang mengarah ke `setuju`. "Karena kalau kita lihat, hampir semua aspirasi Indonesia sudah tertampung di beberapa perubahan yang telah dilakukan. Permintaan terakhir Indonesia juga menurut pihak sponsor kemungkinan bisa dipenuhi," kata Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB-New York itu ketika dihubungi ANTARA News. Permintaan terakhir yang dimaksud Hasan mencakup dua hal dalam rancangan resolusi, yaitu menyangkut perundingan dan pengertian `pihak terkait`. Rancangan yang sebenarnya telah siap dilakukan pemungutan suara tersebut antara lain mengatur bahwa Dewan Keamanan akan memberikan waktu 120 hari bagi pihak-pihak terkait untuk melakukan pembicaraan guna mencari kemungkinan kesamaan posisi di antara mereka. Dalam sidang Dewan Keamanan Hari Jumat, Hasan Kleib menyampaikan terima kasih pihak Indonesia karena rancangan resolusi terakhir dinilai sudah semakin berimbang serta menampung banyak aspirasi Indonesia. Namun pada saat yang sama, ia juga meminta agar ranres yang sudah siap divoting itu isinya kembali diubah, yaitu dengan menjelaskan secara rinci bahwa yang dimaksud dengan peundingan adalah pembicaraan antara Pristina --ibukota Kosovo-- dan Beograd --ibukota negara Serbia. Menurut Hasan, permintaan Indonesia tersebut sejalan dengan Afrika Selatan, China dan Rusia yang diwakili duta besar masing-masing kemudian mengambil giliran berbicara dalam sidang dan mengatakan bahwa `perundingan ` memang perlu ditekankan menjadi `perundingan antara Pristina dan Belgrad`. Setidaknya, menurut Hasan, ada dua alasan utama yang memungkinkan Indonesia menyetujui ranres, yaitu karena rancangan menyebutkan dengan jelas bahwa Kosovo adalah kasus yang unik sehingga tidak pernah boleh dijadikan preseden oleh Dewan Keamanan terhadap isu-isu mana pun di dunia. Kedua, Dewan Keamanan tidak menyarankan kemerdekaan Kosovo karena ranres tersebut hanya mengatakan akan memberikan waktu 120 hari bagi pihak bertikai untuk kembali ke meja perundingan guna mencari kompromi dan hasil perundingan dilaporkan kembali kepada Dewan keamanan. Secara hukum, Kosovo --mayoritas etnis Albania dan minoritas etnis Serbia-- masih menjadi bagian dari Serbia namun sejak 1999 Kosovo dikelola oleh pemerintahan di bawah pengawasan PBB yang juga digawangi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007